Nasional
Isu Istana Goyang "Pohon Beringin" hingga Sinyal "Reshuffle" Kabinet
SEMARANG - Setelah Airlangga Hartarto mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar pada 10 Agustus 2024, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar mengadakan rapat pleno pada Selasa, 13 Agustus. Dalam rapat tersebut, DPP memutuskan untuk menunjuk Agus Gumiwang sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Ketua Umum Partai Golkar. Selain itu, mereka juga mengumumkan rencana untuk mengadakan rapat pimpinan nasional (Rapimnas) dan musyawarah nasional (Munas) pada 20 Agustus 2024.
Sebelumnya, sebuah video yang menampilkan pernyataan pengunduran diri Airlangga sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar sempat beredar pada Minggu, 11 Agustus, yang mengejutkan publik. Hal ini juga memicu spekulasi tentang kemungkinan perombakan kabinet. Padahal, sejumlah pihak menilai Airlangga telah berhasil membawa Partai Golkar meraih posisi kedua dalam Pemilu Anggota DPR 2024 dengan perolehan 102 kursi, meningkat 17 kursi dari Pemilu 2019.
Kemudian, muncul berbagai spekulasi mengenai percepatan Munas Partai Golkar yang sebelumnya dijadwalkan pada Desember 2024. Jadwal Munas ini diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang ditetapkan dalam Musyawarah Nasional X Partai Golkar Tahun 2019. Bahkan, beredar juga isu ada campur tangan Istana dalam upaya untuk memuluskan "orang" tertentu menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar.
Namun, dalam jumpa pers di Jakarta pada Selasa, 13 Agustus, Ketua Dewan Pembina Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar, Idrus Marham, menegaskan bahwa tidak ada campur tangan Presiden RI Joko Widodo atau lingkaran dekatnya di Istana terkait Bahlil Lahadalia, yang dikabarkan akan mencalonkan diri sebagai ketua umum partai.
Dalam konteks ini, pentingnya peran Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) terkait perubahan kepengurusan partai politik menjadi sorotan, terutama terkait perubahan AD/ART partai. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, perubahan AD/ART harus didaftarkan ke Kemenkumham dalam waktu 30 hari sejak perubahan tersebut terjadi.
Menkumham memiliki peran penting karena perubahan AD/ART partai politik serta perubahan kepengurusan partai harus didaftarkan melalui situs resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Dengan durasi yang singkat antara Munas Partai Golkar dan pendaftaran pasangan calon Pilkada 2024, jika perubahan kepengurusan Partai Golkar tidak terdaftar di Kemenkumham, maka peluang mereka sebagai partai pengusung calon di Pilkada bisa terancam.
Indikasi adanya campur tangan pihak luar dapat terlihat jika perubahan AD/ART memberi peluang bagi orang luar partai untuk menduduki posisi strategis, yang akan menentukan arah partai dalam lima tahun ke depan. Sebagai contoh, posisi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar harus memenuhi persyaratan seperti telah mengabdi di partai selama minimal lima tahun dan pernah aktif dalam kepengurusan. Jika persyaratan ini diubah, dan orang luar partai diangkat sebagai ketua dewan pembina, maka kemungkinan besar ada campur tangan pihak luar.
Dalam AD/ART dijelaskan bahwa kepemimpinan organisasi Partai Golkar terdiri dari dewan pimpinan pusat, dewan pimpinan daerah provinsi, dewan pimpinan daerah kabupaten/kota, pimpinan kecamatan, dan pimpinan desa/kelurahan. Jika ketentuan yang mewajibkan anggota untuk aktif selama minimal lima tahun di Partai Golkar dihapus, tidak menutup kemungkinan orang luar dapat menduduki posisi ketua DPP tanpa memenuhi syarat-syarat tersebut. Hal ini bisa merusak reputasi Partai Golkar yang kaya pengalaman dan memiliki kader berkualitas. (ant)