Nasional
Ichsanuddin Noorsy Bongkar Sederet Kejanggalan Surat Undangan For Papua MPR RI
JAKARTA - Pengamat ekonomi dan politik Ichsanuddin Noorsy, mengkritisi keabsahan dari kegiatan Forum Komunikasi dan Aspirasi Masyarakat Papua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (For Papua MPR RI) berdasarkan surat undangan yang beredar di publik.
Dalam surat tersebut ditandatangani oleh dua anggota MPR RI sekaligus calon anggota DPD RI dapil Papua Tengah yaitu Yorrys Raweyai dari dan Filep Wamafma dari Papua Barat. Undangan ditujukan kepada seluruh anggota DPD RI terpilih setanah Papua Periode 2024-2029. Dalam surat undangan tersebut Yorrys Raweyai bertanda tangan selaku ketua dan Filep Wamafma sebagai sekretaris. Terdapat pula tanda tangan Ketua MPR RI Bambang Soesetyo atau Bamsoet sebagai pihak yang mengetahui.
Dalam surat undangan dijelaskan, MPR for Papua terdiri dari anggota DPD RI-DPR RI dari daerah pemilihan Papua dan Papua Barat. Sedangkan undangan pertemuan kali ini ditujukan kepada seluruh anggota DPD RI terpilih setanah Papua periode 2024-2029.
Pertemuan akan berlangsung pada Jumat, 24 Mei 2024, pukul 10.00-12 WIT, di Hotel Suni Abepura, Jayapura. Pertemuan tersebut mengusung tema ”Menata Langkah dan Strategi Percepatan Pembangunan Tanah Papua di Bidang Pendidikan, Kesehatan, Serta Maksimalisasi Sumber Daya Alam.
”Surat itu tidak menggunakan stempel. Administrasinya serba tidak jelas. Yang jadi pertanyaan, menggunakan kop MPR tapi undangannya justru anggota DPD terpilih bukan anggota DPD saat ini,” ungkap Noorsy, di Jakarta. Noorsy menemukan sejumlah kejanggalan dari surat undangan tersebut sehingga perlu klarifikasi dari pihak terkait.
Kejanggalan pertama, lambang dalam surat digunakan garuda emas logo MPR RI. Kedua, surat dinas bernomor MPR RI. ”Ketiga, tapi kop surat ditulis ’Forum komunikasi dan Aspirasi Masyarakat Papua MPR RI ( For Papua MPR RI)’,” cetus Noorsy.
Keempat, surat ditanda tangani oleh Ketua MPR RI. Kelima, tidak ada stempel dinas atau organisasi. Kejanggalan itu menurut Noorsy menimbulkan sejumlah pertanyaan. ”Pertanyaannya, satu, apakah benar secara tata naskah dinas, lambang atau simbol negara dimodifikasi dengan organisasi tanpa bentuk seperti ini,” ujar Noorsy.
Kedua, apakah organisasi FOR PAPUA MPR RI ini tercatat sebagai organisasi masyarakat ( Ormas) di Menkumham dan Kemendagri? ”Ketiga, kalau ini dibiarkan maka simbol negara bisa digunakan atau dicatut oleh organisasi mana pun. Dan lembaga tinggi negara seperti MPR akan memilki cabang organisasi liar lainnya,” cetus Noorsy.
Menurut Noorsy, hal tersebut bisa berimplikasi kepada adanya sikap masyarakat yang bisa saja merendahkan lembaga negara. Hal itu pun bisa ditiru oleh siapa pun dan mengatas namakan apa saja. ”Apalagi perilaku ini dilakukan sendiri oleh anggota MPR RI yang apa memang sengaja atau karena ketidak tahuannya beradministrasi secara liar,” ungkap Noorsy.
Atas persoalan tersebut Noosy mendesak hendaknya kesekjenan MPR bisa menertibkan kekacauan ini. ”Persoalan ini perlu disampaikan untuk mendapat penjelasan dan apakah menjadi kewajiban bagi anggota MPR RI untuk menghadirinya. Kenapa anggota DPD aktif juga aggota DPR aktif tidak diundang?,” tegas Noorsy. (dan)