Otomotif
Dokter Jiwa Ungkap Sulitnya Sembuhkan Pecandu Judi Online
JAKARTA - Dr. dr. Kristiana Siste Sp.K.J Subsp. AD(K), seorang dokter spesialis jiwa konsultan dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, menyatakan penanganan komprehensif dan pencegahan kekambuhan sangat penting bagi orang yang mengalami kecanduan judi online.
Dalam diskusi online yang diikuti di Jakarta, Siste menjelaskan penanganan tersebut dimulai dengan mengidentifikasi indikasi kecanduan melalui faktor kebohongan dan bertaruh, di mana pelaku judi online rela bertaruh lebih dari kemampuan mereka. Selain itu, edukasi kepada keluarga dan masyarakat, serta diagnosis dan terapi juga sangat penting.
"Yang terakhir adalah terapi pencegahan kekambuhan (relapse prevention therapy). Karena kecanduan adalah penyakit kronis yang bersifat relapsing, terapi pencegahan kekambuhan sangat penting, terutama untuk judi online yang aksesnya sangat mudah," ujar dokter yang juga pengajar di Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Penanganan lainnya termasuk memperbaiki komorbiditas dan efek samping akibat kecanduan judi online, seperti gejala fisik, ide untuk mengakhiri hidup, dan gangguan depresi. Selain itu, memperbaiki fungsi sosial, fisik, dan mental, serta meningkatkan kualitas hidup, termasuk gaya hidup sehat dan kualitas tidur yang baik, juga menjadi bagian dari penanganan ini.
"Selain psikoterapi, juga dapat diberikan terapi obat, karena banyak bagian otak yang mengalami kerusakan yang menyebabkan perilaku impulsif yang sangat tinggi. Obat ini membantu mengurangi impulsif tersebut sehingga psikoterapi dapat lebih efektif. Terapi terbaru juga termasuk simulasi otak," tambah Siste.
Screening dini juga diperlukan untuk mendeteksi kecanduan judi sedini mungkin, sehingga kerusakan otak tidak semakin parah. Menurut Siste, secara epidemiologi dunia, sekitar 1,4 persen orang dewasa mengalami masalah judi yang mengarah pada gangguan judi. Di Indonesia, angka ini mencapai 2 persen pada kelompok usia yang sama.
Remaja juga merupakan populasi yang rentan terhadap kecanduan judi, dengan angka prevalensi antara 0,2 hingga 12,3 persen di dunia. "Mereka yang sudah mengalami masalah kecanduan dan tidak bisa lagi bertanggung jawab atas taruhan mereka dalam permainan judi online perlu absen atau sama sekali tidak berjudi," katanya.
Siste juga menekankan pemberantasan judi online membutuhkan kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah yang harus memberantas situs web judi online, serta tenaga kesehatan yang memberikan edukasi pencegahan. (ant)