Daerah
Walikota Semarang dan Suaminya Ditahan KPK Karena Kasus Korupsi
Pasutri Korupsi di Lingkungan Pemkot Semarang

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan pasangan suami istri (pasutri) yang terjerat kasus korupsi. Kali ini, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) dan suaminya, Alwin Basri, resmi ditahan sejak Rabu (19/02/25). Keduanya diduga terlibat dalam sejumlah kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
Proses Penahanan Mbak Ita dan Alwin
Penahanan Mbak Ita tidak berlangsung mudah. KPK harus menunggu hingga panggilan keempat sebelum akhirnya kader PDIP itu hadir memenuhi panggilan pemeriksaan di hari terakhir masa jabatannya sebagai Wali Kota Semarang.
Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo menjelaskan peran Mbak Ita dan Alwin dalam kasus ini. Mereka diduga terlibat dalam suap proyek pengadaan meja kursi SD, pemotongan tunjangan ASN, serta penerimaan gratifikasi.
Rincian Dugaan Korupsi Mbak Ita dan Alwin
Suap proyek pengadaan meja kursi SD – Keduanya diduga menerima Rp 1,7 miliar dari fee proyek pengadaan meja kursi fabrikasi SD di Dinas Pendidikan Kota Semarang tahun anggaran 2023.
Pengaturan proyek penunjukan langsung tingkat kecamatan – Alwin diduga menerima commitment fee sebesar Rp 2 miliar terkait proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan.
Pemotongan tunjangan ASN di Bappeda Kota Semarang – Mbak Ita dan Alwin juga diduga menerima Rp 2,4 miliar yang dikumpulkan dari pemotongan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) di Bapenda Kota Semarang sepanjang tahun 2023.
Secara total, pasangan ini diduga menerima suap dan gratifikasi sekitar Rp 6 miliar dari tiga skema korupsi tersebut.
Daftar Pasutri yang Ditahan KPK
Mbak Ita dan Alwin menambah daftar panjang pasutri yang ditahan KPK akibat kasus korupsi. Hingga kini, KPK telah menjerat 13 pasutri dalam kasus serupa. Beberapa di antaranya adalah:
M Nazaruddin & Neneng Sri Wahyuni (2012) – Korupsi proyek Wisma Atlet, suap Rp 4,6 miliar.
Ade Swara & Nurlatifah (2015) – Suap perizinan senilai Rp 5 miliar.
Romi Herton & Masyitoh (2015) – Suap Ketua MK Rp 14,1 miliar.
Budi Antoni & Suzanna (2015) – Suap Pilkada Empat Lawang Rp 10 miliar.
Pahri Azhari & Lucianty (2016) – Suap DPRD Musi Banyuasin.
Atty Suharti & Itoc Tochija (2016) – Suap proyek Pasar Atas Cimahi Rp 500 juta.
Ridwan Mukti & Lily Martiani (2017) – Suap proyek jalan Rp 1 miliar.
Dirwan Mahmud & Hendrati (2018) – Suap proyek infrastruktur Rp 98 juta.
Xaveriandy Sutanto & Memi (2018) – Suap eks Ketua DPD Irman Gusman.
Bupati Probolinggo & Suami (2021) – Suap jual beli jabatan kepala desa.
Ben Brahim & Ary Egahni (2023) – Suap terkait jabatan kepala daerah di Kalimantan Tengah.
Antikorupsi di Lingkungan Pemerintah
Penahanan Mbak Ita dan Alwin menjadi pengingat bahwa korupsi di sektor pemerintahan masih marak terjadi. Masyarakat diharapkan terus mengawasi kinerja pejabat publik agar tidak menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan pribadi. (mul)
#Korupsi #KPK #Semarang #BeritaTerkini #StopKorupsi #Hukum #PasutriKorupsi