Daerah
TERKUAK! Motif Aksi Bejat Eks Kapolres Ngada dan Peran Mahasiswi F

KUPANG – Kasus kejahatan seksual yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, dan seorang mahasiswi berinisial F terus menguak. Dua tersangka ini diduga membentuk jaringan eksploitasi anak dengan menjual video kekerasan seksual ke situs porno di Australia. Aksi mereka terbongkar setelah otoritas Australia melaporkan temuan video bermuatan child exploitation yang berasal dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Mahasiswi F: Pemasok Korban & Rekaman Maut
Peran F dalam kasus ini jauh lebih gelap dari sekadar "teman kencan". Mahasiswi ini menjadi otak pencarian korban, termasuk anak usia 6 tahun, untuk dipasok ke AKBP Fajar. Menurut Direktur Reskrim Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi, F menerima Rp3 juta per korban. Salah satu korbannya adalah anak dari ibu kos tempatnya tinggal. "F bahkan memberi Rp7.000 pada korban untuk tutup mulut," ungkap Patar dalam keterangan resmi.
Hubungan F dengan AKBP Fajar berawal dari aplikasi kencan MiChat, yang kemudian berkembang menjadi transaksi kriminal. Tak hanya menyediakan korban, F juga disebut telah "melayani" Fajar empat kali di ranjang.
Modus Operandi: Rekam, Eksploitasi, Jual ke Australia
AKBP Fajar, yang kini ditahan di Mabes Polri, diduga merekam setiap aksi pencabulannya. Video tersebut lalu dijual ke situs porno di Australia. Keterlibatan F dalam rantai kejahatan ini membuatnya berstatus tersangka dan dibawa ke Jakarta untuk penyelidikan lebih lanjut.
Kriminolog UI, Adrianus Meliala, menduga motif ekonomi dan jaringan pedofil internasional menjadi pendorong utama. "Ini bukan sekadar hasrat seksual, tapi ada network pertukaran materi ilegal untuk keuntungan finansial," tegas Adrianus.
Motif di Balik Aksi Bejat Mantan Kapolres
Meski jabatannya sebagai Kapolres seharusnya menjunjung tinggi hukum, Fajar justru menjadi aktor utama kejahatan ini. Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menyatakan pihaknya masih menginvestigasi motif mendalam. "Tersangka bisa berbohong atau diam. Kami akan telusuri lewat observasi psikologis," jelas Trunoyudo.
Fajar dijerat pasal berlapis: UU TPKS, KUHP, dan UU ITE, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Sementara F berpotensi dihukum sebagai pelaku pembantuan dan eksploitasi anak.
Dampak Internasional: Australia-Indonesia Kolaborasi Ungkap Kejahatan
Laporan dari otoritas Australia menjadi kunci pembongkaran kasus ini. Video yang diunggah Fajar terdeteksi mengandung konten eksploitasi anak di bawah umur, memicu respons cepat dari Interpol dan Polri. "Ini bukti kerja sama global melawan cybercrime seksual," kata sumber kepolisian.
Peringatan untuk Orang Tua: Waspada Lingkungan Terdekat
Kasus ini menyoroti kerentanan anak di lingkungan sehari-hari. Korban berusia 6 tahun justru berasal dari lingkup perumahan F. Psikolog anak, Mia Hermawan, menekankan pentingnya pengawasan orang tua terhadap pergaulan dan aktivitas digital anak. (mul)
#KasusFajarF #EksploitasiAnak #JaringanPedofilAustralia #MiChatKriminal #ViralPolisiTersangka