Opini
Skandal Pagar Laut—Negara Takluk pada Oligarki, Menteri KKP Harus Bertanggung Jawab!
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.

PERNYATAAN Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI, Kamis 27 Februari 2025 lalu, adalah bentuk pembohongan publik paling terang-terangan dalam sejarah konflik ruang laut kita. Ia menyebut bahwa pagar laut di wilayah pesisir Tangerang sudah selesai dicabut dan menyalahkan seorang kepala desa bernama Arsin sebagai pihak yang bertanggung jawab. Bahkan, Arsin diklaim bersedia membayar denda administratif Rp 48 miliar.
Logika waras mana yang bisa menerima cerita ini?
Seorang kepala desa membangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer? Menggunakan dana pribadi? Untuk kepentingan apa? Dari mana uang sebanyak itu berasal?
Aguan di Balik Pagar Laut: Negara pura-pura tidak tahu?
Fakta yang kami temukan di lapangan jauh berbeda dari klaim Menteri Trenggono. Dua tim kami melakukan investigasi langsung ke berbagai desa di pesisir Tangerang—dari Desa Lontar, Patramanggala, Mauk Barat, hingga Muncung. Hasilnya? Pagar laut masih berdiri kokoh di banyak lokasi.
Kami memiliki data, kesaksian, hingga dokumen lapangan yang mengarah pada satu kesimpulan besar: pagar laut ini bukan milik Arsin, melainkan proyek yang didanai dan dibangun oleh jaringan bisnis besar: PIK 2, Eng Cun alias Gojali, Ali Hanafiah Lijaya, dan berujung pada AGUAN—sosok oligarki yang tak asing dalam proyek-proyek reklamasi penuh kontroversi.
Mengapa Negara Membisu?
Anehnya, ketika pagar laut ilegal di Bekasi yang dibangun oleh PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) bisa diidentifikasi dan diperintahkan untuk dibongkar sendiri, kenapa pagar laut di Tangerang justru dibongkar oleh TNI AL? Kenapa tidak oleh pemilik proyek?
Lebih aneh lagi, negara seperti kehilangan akal dan arah, memilih mengorbankan rakyat kecil untuk melindungi kekuatan uang. TNI AL, yang seharusnya menjaga kedaulatan laut, kini diperalat untuk menjadi alat legitimasi kebohongan birokrasi.
Kebohongan Menteri Trenggono: Merusak Kedaulatan dan Menghancurkan Kepercayaan Publik
Menteri KKP tidak hanya menyampaikan informasi yang menyesatkan, tapi juga telah menjebak publik dalam narasi palsu. Narasi ini menyamarkan kepentingan besar di balik pagar laut: yaitu reklamasi untuk kepentingan bisnis properti kelas elite yang berpotensi merusak ekosistem pesisir dan menghancurkan penghidupan nelayan.
Beruntung, masih ada nelayan seperti Holid yang menolak ajakan konferensi pers untuk mendukung narasi “pagar laut sudah dicabut.” Jika tidak, rakyat sendiri akan dipaksa untuk membenarkan kebohongan penguasa.
Presiden Prabowo, Apakah Anda Akan Diam?
Presiden Prabowo Subianto, sebagai mantan jenderal dan pemimpin tertinggi negara ini, harus bersikap tegas. Skandal ini bukan sekadar konflik reklamasi. Ini adalah tamparan keras terhadap kedaulatan negara. Ini adalah bukti bahwa ada kekuatan oligarki yang mampu membelokkan narasi, menundukkan birokrasi, dan mempermainkan hukum.
Kita Harus Bertanya: Siapa Sebenarnya Penguasa di Negeri Ini?
Apakah kita masih dipimpin oleh negara?
Ataukah negara ini sudah resmi dikendalikan oleh para taipan?
Apakah Menteri Trenggono bekerja untuk rakyat, atau untuk Aguan?
Kami menyerukan agar Ketua Komisi IV DPR RI, Ibu Titiek Soeharto, dan Presiden Prabowo Subianto, tidak tinggal diam. Kedaulatan bukan sekadar slogan kampanye. Ini ujian nyata: apakah negara hadir melindungi rakyat dan lingkungan, atau tunduk pada kepentingan segelintir elit rakus?
Jangan Diam. Jangan Lupa. Jangan Lengah.
Kita tidak sedang melawan pagar laut. Kita sedang melawan pagar oligarki yang dibangun untuk membungkam rakyat dan menghancurkan masa depan pesisir Indonesia.
Penulis adalah advokat, aktivis sosial dan Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
#SkandalPagarLaut #TolakReklamasi #KKPBohong #Aguan #SelamatkanLaut #LingkunganIndonesia #PrabowoHarusTegas #StopOligarki