Pilkada 2024
Pengamat Transportasi Sambut Positif Konsep WFA Pramono Anung
JAKARTA - Calon gubernur DKI Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung, memiliki visi untuk menciptakan fleksibilitas kerja di Jakarta melalui konsep work from anywhere (WFA), termasuk bagi birokrat dan pekerja swasta. Ide ini juga akan diterapkan pada generasi Z untuk meningkatkan produktivitas. Menurutnya, dengan sistem kerja seperti ini, warga Jakarta tetap bisa bekerja secara profesional dan produktif.
Pramono juga mengusulkan pembagian hari kerja, di mana dua hari bekerja di kantor dan tiga hari bekerja dari rumah. "Tujuannya sederhana, bagaimana generasi Z bisa bekerja dari mana saja," jelas Pramono.
Pemerintah juga telah mendorong digitalisasi sebagai bagian dari transformasi ekonomi melalui program "Smart City Jakarta". Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas infrastruktur digital yang mendukung efisiensi ekonomi, termasuk penerapan WFA.
Selama pandemi Covid-19, WFA telah diterapkan secara luas di Jakarta. Pada 2020, sekitar 34% pekerja beralih ke sistem kerja jarak jauh, dan banyak perusahaan yang tadinya skeptis menyadari bahwa karyawan tetap bisa bekerja secara efektif tanpa harus hadir di kantor.
Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menilai bahwa gagasan WFA yang diusung Pramono sangat mungkin diterapkan, terutama di tengah kemacetan tinggi di Jakarta. Djoko juga menyebut banyak perusahaan swasta yang sudah menerapkan WFA dengan durasi kerja 2-3 hari di kantor, sisanya bekerja dari rumah atau tempat lain. Ia menyatakan kebijakan ini akan berdampak besar, seperti mengurangi kepadatan di jam sibuk dan mengurangi stres di jalan.
Menurut Djoko, konsep WFA sangat relevan, mengingat kemacetan Jakarta yang tak kunjung teratasi. Menurut TomTom Traffic Index 2023, Jakarta menduduki peringkat ke-29 kota termacet di dunia. "Setiap jam yang dihabiskan dalam kemacetan adalah waktu produktif yang terbuang," ujarnya. Djoko juga menambahkan bahwa penerapan WFA akan lebih sesuai untuk sektor profesional seperti teknologi, keuangan, dan jasa. Namun, sektor yang membutuhkan interaksi langsung atau pekerjaan manual, seperti manufaktur, tidak bisa mengadopsi WFA secara optimal.
Djoko menyebut bahwa WFA memang bisa mengurangi beban lalu lintas, tapi tidak signifikan untuk mengatasi masalah kemacetan di Jakarta. Ini karena ketersediaan transportasi publik di Jakarta sudah cukup baik dengan cakupan 85%. Namun, untuk mewujudkan WFA secara luas, Jakarta memerlukan kebijakan yang lebih ramah pejalan kaki serta reformasi birokrasi yang transparan dan efisien.
Konsep WFA juga menawarkan fleksibilitas yang diinginkan oleh banyak pekerja, mengurangi kelelahan fisik, serta menurunkan risiko stres yang disebabkan oleh kemacetan. Menurut WHO, pekerja yang terpapar kemacetan berisiko lebih tinggi terkena stres kronis. Selain itu, WFA memungkinkan perusahaan merekrut talenta dari luar Jakarta, tanpa terkendala oleh lokasi geografis.
Namun, perusahaan juga harus memperhatikan kesejahteraan karyawan dalam penerapan WFA, termasuk pelatihan keterampilan digital dan manajemen waktu. Menurut laporan McKinsey, perusahaan yang sukses menerapkan WFA adalah yang mampu membangun budaya kerja kolaboratif jarak jauh dan menyediakan alat yang tepat untuk mendukung efisiensi kerja.
Meski WFA menawarkan banyak manfaat, Djoko menyadari bahwa penerapannya di Jakarta tetap memiliki tantangan. Namun, dengan dukungan internet, akses transportasi, dan semakin banyak perusahaan yang sudah menerapkannya, WFA dapat menjadi solusi produktivitas bagi pekerja Jakarta. (dan)