Nasional

Negara Rampas Uang SYL ke NasDem hingga Biduan Nayunda

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
11 Juli 2024 22:00
Negara Rampas Uang SYL ke NasDem hingga Biduan Nayunda
Sidang pembacaan putusan Majelis Hakim terkait kasus korupsi di lingkungan Kementan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/7/2024).

JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memutuskan aliran uang korupsi Menteri Pertanian periode 2019-2023, Syahrul Yasin Limpo (SYL), yang mengalir ke beberapa pihak termasuk Partai NasDem dan biduan Nayunda Nabila, akan dirampas untuk negara.

Hakim Anggota Fahzal Hendri menyatakan seluruh aliran uang tersebut berasal dari hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh SYL. "Seluruh barang bukti tambahan tersebut sepatutnya dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai kompensasi pidana tambahan pembayaran uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa," ujar Fahzal dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

Fahzal mengungkapkan uang sitaan tersebut termasuk Rp820 juta yang digunakan untuk pendaftaran bakal calon legislatif (bacaleg) yang disetor oleh Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni ke rekening penampungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, terdapat uang sebesar Rp40 juta untuk pendaftaran bacaleg yang disetor oleh Fraksi Partai NasDem ke rekening pengembalian KPK, serta Rp70 juta yang disetor Nayunda Nabila ke rekening penampungan KPK.

Fahzal juga menyebutkan uang yang telah disita dan dirampas negara tersebut mencakup Rp253 juta yang disetor oleh anak SYL, Kemal Redindo Syahrul, ke rekening KPK, serta Rp293,28 juta yang disetor oleh anak SYL, Indira Chunda Thita, ke rekening penampungan KPK. "Semua uang ini bersumber dari pengumpulan pejabat eselon I Kementerian Pertanian (Kementan)," jelasnya.

Selain barang bukti tambahan, Majelis Hakim juga memutuskan sejumlah uang tunai milik SYL yang disita oleh KPK akan dirampas untuk negara sebagai kompensasi pidana tambahan pembayaran uang pengganti yang dibebankan kepada SYL. Uang ini termasuk yang disimpan di rumah dinas SYL di Jalan Widya Chandra, Kebayoran Baru, Jakarta. "Apabila dalam perhitungan ada kelebihan uang atau sisa, maka harus dikembalikan kepada terdakwa atau keluarganya," kata Fahzal.

Majelis Hakim juga meminta Jaksa KPK untuk mengembalikan barang bukti yang telah disita dari SYL namun tidak terkait dengan perkara korupsi. Dalam kasus ini, SYL divonis 10 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan karena terbukti melakukan pemerasan di lingkungan Kementan pada periode 2020-2023. SYL terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, sesuai dengan dakwaan alternatif pertama penuntut umum.

Dengan demikian, SYL melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain pidana utama, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti bagi SYL sebesar Rp14,14 miliar ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS) subsider dua tahun penjara. Sebelumnya, SYL menjadi terdakwa karena diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar terkait kasus korupsi di lingkungan Kementan. Pemerasan tersebut dilakukan bersama dengan Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021-2023, Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023, Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa. Keduanya bertindak sebagai koordinator pengumpulan uang dari pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga SYL. (ant)
 
 


Berita Lainnya