Otomotif

Mobil Hybrid Juga Perlu Insentif meski Dikit

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
06 Juli 2024 15:00
Mobil Hybrid Juga Perlu Insentif meski Dikit
Ilustrasi Kia EV9.

JAKARTA - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyarankan agar pemerintah memberikan insentif bagi mobil hybrid, meskipun dengan jumlah yang lebih kecil dibandingkan insentif untuk mobil listrik murni (Battery Electric Vehicle/BEV).

"Insentif untuk mobil hybrid tidak perlu sama seperti BEV. Misalnya, jika BEV diberikan subsidi PPnBM sebesar 10 persen dan hanya perlu membayar 1 persen, untuk mobil hybrid bisa setengahnya, yaitu 5 persen," ujar Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto. Saat ini, mobil hybrid dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 6-12 persen, berbeda dengan BEV yang mendapatkan berbagai fasilitas, mulai dari PPnBM 0 persen hingga PPN ditanggung pemerintah (DTP).

Fasilitas PPN DTP diberikan khusus untuk mobil listrik dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen, dengan besaran PPN DTP sebesar 10 persen. Dengan fasilitas ini, PPN yang dikenakan atas penyerahan mobil listrik dengan TKDN minimal 40 persen adalah 1 persen. Fasilitas PPN DTP ini berlaku untuk masa pajak Januari hingga Desember 2024.

"Atau setidaknya, mobil hybrid bisa bebas melintas di area ganjil genap, itu juga sudah merupakan insentif, sehingga industri mobil hybrid dapat berkembang," tambah Jongkie. Meskipun masih menggunakan tenaga bensin dan listrik, mobil hybrid, menurut Jongkie, lebih efektif untuk digunakan sebagai kendaraan harian di Indonesia saat ini dan tetap memberikan dampak pada pengurangan emisi karbon, mengingat konsumsi BBM mobil hybrid yang minim.

Selain bahan bakar yang lebih hemat dibandingkan mobil dengan mesin pembakaran internal (ICE), mobil hybrid juga lebih efisien dan andal untuk masyarakat Indonesia saat ini karena tidak memerlukan infrastruktur pendukung seperti BEV. "Mobil hybrid jelas mengurangi pemakaian bahan bakar, menurunkan polusi, dan tidak memerlukan infrastruktur seperti stasiun pengisian daya. Ini bisa membantu percepatan yang sudah ditandatangani Indonesia dalam Paris Agreement, serta mengurangi subsidi BBM yang mencapai 500 triliun rupiah karena penggunaan BBM menurun dengan hybrid. Ini menguntungkan bagi pemerintah," jelas Jongkie. (ant)
 
 


Berita Lainnya