Nasional
MK Ingatkan Pembentuk UU Tidak Boleh Sering Ubah Syarat Usia Pejabat Publik
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan pembuat undang-undang tidak seharusnya dengan mudah dan terlalu sering mengubah syarat usia bagi pejabat publik, baik yang dipilih maupun yang diangkat.
"Penegasan ini penting, mengingat perubahan syarat usia yang terlalu sering dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan," ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan dalam sidang putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis. Menurut MK, perubahan yang sering terhadap syarat usia dapat memicu ketidakpastian hukum dan ketidakadilan karena dapat merubah parameter kemampuan atau kompetensi seseorang untuk menduduki jabatan di lembaga atau organisasi publik.
"Jika hal ini terjadi terlalu sering, kemungkinan besar pembentuk undang-undang bisa merumuskan kebijakan penyesuaian usia untuk menghambat hak konstitusional warga negara lain, dengan tujuan yang mungkin bermotif politik," lanjut Arief. MK juga menyatakan penentuan batas usia dalam undang-undang memang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang. Namun, batasan usia tersebut dapat dinilai oleh MK apabila norma tersebut melanggar batasan kebijakan hukum terbuka.
Arief menjelaskan bahwa batasan kebijakan hukum terbuka mencakup beberapa hal: tidak melanggar moralitas, rasionalitas, keadilan yang tak tertahankan, tidak melampaui kewenangan pembentuk undang-undang, bukan penyalahgunaan kewenangan, dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Batasan lain yang disebutkan termasuk tidak menyangkal prinsip-prinsip dalam UUD 1945, tidak bertentangan dengan hak politik atau kedaulatan rakyat, tidak dilakukan secara sewenang-wenang, serta tidak melebihi atau menyalahgunakan kewenangan.
MK juga merujuk pada Putusan Nomor 7/PUU-XI/2013, yang menyatakan syarat usia yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang dapat menjadi masalah konstitusional jika menyebabkan problematika kelembagaan, seperti aturan yang tidak dapat dilaksanakan, menyebabkan kebuntuan hukum (deadlock), atau menghambat kinerja lembaga negara.
"Hal tersebut akhirnya dapat merugikan hak konstitusional warga negara," tambah Arief. Pertimbangan ini disampaikan dalam Putusan Nomor 68/PUU-XXII/2024, terkait uji materi syarat usia calon pimpinan KPK dalam Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, yang diajukan oleh mantan penyidik KPK Novel Baswedan dan 11 mantan pegawai KPK lainnya. MK memutuskan untuk menolak permohonan karena tidak ada dasar hukum yang kuat untuk seluruh dalil yang diajukan. (ant)