Pemilu 2024

Konten Hoaks Politik Meningkat dari Musim Pemilu Lalu

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
02 Februari 2024 15:00
Konten Hoaks Politik Meningkat dari Musim Pemilu Lalu
Logo Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo).

JAKARTA - Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) mencatat terdapat 1.292 kasus hoaks terkait politik pada tahun 2023, jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kasus serupa selama Pemilu 2019 yang mencapai 644 kasus.

Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo, menyatakan konten hoaks dalam bentuk video mendominasi jumlah kasus tersebut. Ia menekankan konten hoaks video menjadi tantangan besar bagi ekosistem pemeriksa fakta, karena cenderung menjadi viral dengan cepat karena unsur emosional yang sering kali terdapat di dalamnya.

Nugroho menyatakan, "Konten hoaks video cepat sekali viral karena sering dibumbui dengan elemen yang emosional. Sedangkan upaya pemeriksaan fakta konten video membutuhkan proses yang lebih lama ketimbang foto atau teks.” Hingga saat ini, Mafindo mencatat 2.330 kasus hoaks selama tahun 2023, dengan 1.292 di antaranya terkait politik dan 645 berkaitan dengan Pemilu 2024.

Nugroho mencatat bahwa platform YouTube merupakan tempat paling umum di mana hoaks ditemukan, mencapai 44,6 persen dari total kasus. Platform lainnya yang terlibat meliputi Facebook (34,4 persen), TikTok (9,3 persen), Twitter/X (8 persen), WhatsApp (1,5 persen), dan Instagram (1,4 persen).

Menurut Nugroho, menjelang Pemilu 2024, konten yang dibuat dengan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) juga mulai muncul, seperti video deepfake pidato Presiden Jokowi dalam bahasa Mandarin dan rekaman suara Anies Baswedan serta Surya Paloh yang dibuat dengan AI.

Mafindo saat ini bekerja sama dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Disinformasi Pemilu 2024, Koalisi Cekfakta.com, dan Koalisi DAMAI untuk menghadapi hoaks Pemilu 2024 melalui kolaborasi dalam monitoring, pelaporan, penanganan hoaks, serta produksi konten pencegahan hoaks, terutama dalam bentuk video.

Septiaji menegaskan kolaborasi ini perlu terus diintensifkan dengan melibatkan platform digital, penyelenggara pemilu, pemerintah, dan warganet. Sementara Nuril Hidayah, Ketua Komite Litbang Mafindo, menambahkan jenis konten hoaks menjadi pembeda antara musim Pemilu 2024 dan Pemilu 2019. Pada pemilu sebelumnya, konten hoaks yang mendominasi adalah berupa foto atau gambar.

Hal ini menantang karena proses pemeriksaan fakta terhadap konten video lebih rumit dan memakan waktu lebih lama, serta dapat memicu emosi, khususnya dalam kasus konten hoaks yang dibuat menggunakan AI. (ant)


Berita Lainnya