Pilkada 2024
"Jurang yang Dalam" Adang Jalur Perseorangan di Pilkada DKI Jakarta
JAKARTA - Pilkada DKI selalu menjadi jurang yang dalam bagi pasangan calon kepala daerah dari jalur perseorangan. Sangat sulit, meski tidak mustahil. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mensyaratkan minimal dukungan calon perseorangan yang maju dalam pemilihan gubernur antara 6,5% hingga 10% dari jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT).
Secara teknis, aturan tersebut mengatur syarat dukungan sebesar 10% untuk DPT sebanyak 2 juta pemilih; 8,5% untuk DPT antara 2 hingga 6 juta; 7,5% untuk DPT 6 hingga 12 juta; dan 6,5% untuk DPT lebih dari 12 juta. Meski sulit, beberapa pasangan tetap bersemangat maju dalam Pilgub DKI Jakarta.
Semangat ini terlihat di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta saat Rapat Pleno Hasil Verifikasi Faktual Bakal Calon Perseorangan Pilgub DKI Jakarta. Rapat ini menentukan nasib satu-satunya pasangan bakal calon perseorangan, Komjen Pol (Purn.) Dharma Pongrekun dan akademikus Dr. Raden Kun Wardana Abyoto, yang maju dari jalur ini.
Meski berat, mereka berharap dapat memenuhi ambang batas pencalonan yang ditetapkan oleh KPU, yaitu mengumpulkan surat dukungan dan KTP elektronik sebanyak 7,5% dari total DPT DKI Jakarta pada pemilu terakhir, seperti diatur dalam Keputusan KPU DKI Jakarta Nomor 47 tahun 2024. Ambang batas dukungan yang dibutuhkan adalah 618.968 orang, tersebar di empat dari enam kabupaten dan kota di Jakarta.
Untuk memenuhi syarat ini, pasangan dan timnya bekerja keras mengumpulkan surat dukungan dan KTP elektronik warga DKI Jakarta dalam waktu singkat. Tim Dharma-Kun Wardana sempat protes karena KPU DKI hanya memberikan waktu singkat untuk pendaftaran dan pengumpulan dukungan, membuat mereka kewalahan.
Setelah mengumpulkan dukungan sebanyak 600 ribuan lembar, mereka harus mengunggah data dukungan ke Aplikasi Pencalonan (Silon) yang disediakan oleh KPU. Mereka datang ke KPU DKI Jakarta pada hari terakhir pendaftaran, Minggu (12/5) malam, sekitar pukul 23.12 WIB, kurang beberapa menit dari penutupan pendaftaran pukul 23.59 WIB.
Dengan mengenakan pakaian adat Betawi, mereka menyerahkan 749.298 dukungan yang tersebar di enam daerah di Jakarta. Dari jumlah tersebut, sekitar 160 ribu dukungan sudah diunggah ke Silon, sementara sisanya dalam bentuk fisik diantarkan menggunakan truk untuk diunggah ke Silon.
KPU DKI Jakarta kemudian menggelar verifikasi administrasi dukungan pasangan ini. Hasilnya, pada Rabu (16/6), KPU menetapkan pasangan ini belum memenuhi syarat verifikasi administrasi karena dari 1.229.777 data dukungan di Silon, hanya 447.469 dukungan yang memenuhi syarat, sementara 782.308 dukungan tidak memenuhi syarat.
Tim Dharma-Kun Wardana tidak putus harapan dan mengajukan sengketa ke Bawaslu. Setelah melalui sidang sengketa, Bawaslu bersama KPU DKI sepakat memberikan kesempatan perbaikan data yang belum memenuhi syarat selama 1x24 jam. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh tim Dharma-Kun, dan akhirnya KPU DKI menetapkan pasangan ini lolos verifikasi administrasi pada Rabu (10/6) dengan jumlah 721.221 dukungan yang tersebar di enam kota dan kabupaten, melebihi ambang batas dukungan 618.968.
Pasangan ini kemudian memasuki tahap verifikasi faktual yang digelar pada 11-21 Juli 2024. Pada Rabu (24/7), KPU DKI mengumumkan hasil verifikasi faktual yang menyatakan pasangan ini belum memenuhi syarat karena hanya 183.043 dukungan yang memenuhi syarat (MS), sementara 538.178 dukungan tidak memenuhi syarat (TMS). Jumlah dukungan yang memenuhi syarat masih kurang dari minimal 618.968 orang di empat kabupaten/kota.
Ketua Divisi Teknis KPU DKI Jakarta, Dody Wijaya, menyatakan bahwa pasangan Dharma-Kun Wardana diberikan kesempatan untuk memperbaiki data syarat dukungan mulai 25 Juli hingga 27 Juli, dengan verifikasi faktual terhadap data perbaikan dilakukan pada 3-12 Agustus 2024. Hasil verifikasi ini akan menentukan apakah pasangan ini dapat maju dalam Pilgub DKI Jakarta atau gagal karena kurangnya dukungan. Mereka harus menggenapi kekurangan 435.925 dukungan sebelum verifikasi faktual tahap dua.
Pengamat politik Universitas Andalas, Sumatera Barat, Prof. Asrinaldi, mengakui maju dari jalur perseorangan adalah pilihan yang berat. Undang-Undang Pilkada mengatur ambang batas dukungan yang sangat memberatkan calon perseorangan, mencerminkan ketidakrelaan partai politik untuk menghadirkan pasangan calon di luar jalur partai politik.
Asrinaldi menilai bahwa jika ingin membuka ruang bagi calon perseorangan pada pilkada, seharusnya jalur ini dibuka tanpa ambang batas syarat dukungan sehingga pemilu dapat memunculkan banyak pilihan bagi masyarakat. Syarat dukungan yang ada saat ini dianggap sebagai legitimasi bahwa calon tersebut didukung masyarakat, namun terlihat lebih seperti basa basi politik agar dianggap lebih demokratis.
Kepastian masa depan duet Dharma Pongrekun-Kun Wardana akan ditentukan setelah verifikasi faktual tahap dua. Mereka masih memiliki waktu untuk memperbaiki jumlah syarat dukungan, dan KPU akan menentukan apakah mereka berhasil lolos sebagai calon gubernur dan wakil gubernur atau gagal karena kurangnya dukungan yang memenuhi syarat. (ant)