Nasional

Guru Besar UIN Ajak Masyarakat Niatkan Pemilu seperti Salat

Redaksi — Satu Indonesia
08 Februari 2024 15:30
Guru Besar UIN Ajak Masyarakat Niatkan Pemilu seperti Salat
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung Prof. Bambang Qomaruzzaman.

JAKARTA - Guru Besar dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung Profesor Bambang Qomaruzzaman, menyatakan pemilihan umum harus disertai niat yang sama dengan saat melaksanakan salat, yaitu bebas dari sifat iri hati dan kebencian demi menciptakan kedamaian.

 "Pemilu harus dimaknai seperti salat. Dimulai dengan kebersihan dari rasa iri hati dan kebencian, dilakukan dengan terus menerus menghadirkan yang Ilahi, dan diakhiri dengan hasil yang menciptakan kedamaian bagi semua," kata Bambang di Jakarta, Kamis (8/2/2024).

Menurut Bambang, agama dapat menjadi panduan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di tengah perbedaan pilihan politik. Dalam Islam, katanya, terdapat konsep yang dapat dijadikan model kontestasi pemilu yang damai.

Salah satu konsep tersebut adalah fastabiqul khairat yang berarti berlomba-lomba dalam kebaikan. Melalui konsep ini, ujarnya, masyarakat Indonesia dapat merasakan proses pergantian kepemimpinan dengan aman dan damai.

"Fastabiqul bukanlah pertandingan yang harus dimenangkan, membuat malu, atau merugikan lawan. Istabaqa dibangun atas kesadaran  banyak kebaikan, dan karena itu, kita harus mencari yang terbaik," katanya. Agama juga mendorong terwujudnya pemimpin yang adil dan berintegritas yang mampu memimpin bangsa dengan kedamaian. Oleh karena itu, Bambang yakin  pemilu yang damai adalah hal yang mungkin terjadi selama setiap pihak yang terlibat memperhatikan ajaran agama dalam setiap langkahnya.

"Siapa pun yang menunjukkan karakter keadilan dapat dipilih menjadi pemimpin. Siapa pun itu. Dalam Pemilu 2024, ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden memiliki posisi dan peluang yang sama di mata Islam," tambahnya.

Ketiga pasangan calon perlu dinilai sebelum dipilih. Dia memperingatkan  tidak seharusnya ada calon yang dianggap mewakili Islam atau bahkan memonopoli agama tertentu dan menggunakan pseudo-dogma untuk memenangkan dirinya sendiri.

"Dalam perlombaan ini, rakyat bertindak sebagai juri dalam musabaqah (kontes). Pasti akan ada pilihan yang berbeda, sesuai dengan preferensi dan pemahaman masing-masing terhadap calon. Perbedaan pilihan seharusnya tidak menimbulkan kebencian, semuanya hanyalah upaya pemikiran," katanya.

Lebih lanjut, Bambang mendorong masyarakat untuk menempatkan perdamaian di atas perbedaan politik karena perdamaian lebih penting daripada kemenangan sementara. Dia juga mengingatkan  perbedaan pilihan adalah hal yang biasa dalam pemilu. Namun, perbedaan tersebut seharusnya tidak menjadi penyebab konflik.

"Kita harus menjadikan perbedaan dalam pilihan sebagai kesempatan untuk berlomba dalam kebaikan," katanya. Terakhir, dia menyarankan agar penyelenggara pemilu juga berusaha menciptakan suasana damai dengan tidak melakukan tindakan yang dapat menimbulkan kecurigaan.

"Calon presiden dan wakil presiden harus muncul sebagai sosok yang membawa kedamaian, karena kata-kata dan tindakan mereka dapat menginspirasi para pendukungnya. Pasangan calon yang berbicara dan bertindak untuk menciptakan kedamaian adalah yang akan memenangkan perlombaan kebaikan," pungkas Bambang. (ant)

 


Berita Lainnya