Nasional

Eddy Hiariej Sebut Permohonan AMIN dan Ganjar-Mahfud Bukan Wewenang MK

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
04 April 2024 22:30
Eddy Hiariej Sebut Permohonan AMIN dan Ganjar-Mahfud Bukan Wewenang MK
Tangkapan layar ahli dari kubu Prabowo-Gibran, Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej, dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Pilpres 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis (4/4/2024).

JAKARTA - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, mengungkapkan dalil-dalil permohonan yang diajukan oleh Anies-Muhaimin (AMIN) dan Ganjar-Mahfud bukanlah kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengadilinya.

Eddy, yang juga mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, menyatakan wewenang MK dalam sengketa pemilu hanya terbatas pada persoalan penghitungan suara. Hal ini telah diatur dalam Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. "Kewenangan Mahkamah Konstitusi hanya sebatas pada hasil penghitungan suara, tidak lebih dari itu. Hal ini merupakan interpretasi yang sistematis terhadap Pasal 24C, Pasal 74, dan Pasal 75 Undang-Undang MK," ujar Eddy saat memberikan kesaksian sebagai ahli dari kubu Prabowo-Gibran di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis.

Eddy menjelaskan postulat yang menyatakan perkataan adalah hal pertama yang diperiksa untuk mencegah kesalahan penafsiran atau kekeliruan dalam menemukan hukum. Oleh karena itu, dalil-dalil permohonan yang diajukan AMIN dan Ganjar-Mahfud hanya mempertanyakan hal-hal yang berada di luar kewenangan MK.

"Jadi, jika MK diminta untuk mengadili sesuatu yang tidak masuk dalam kewenangannya, maka kuasa hukum Paslon 01 dan Paslon 03 memaksa mahkamah untuk melanggar prinsip yuridisitas atau asas yuridisitas yang menyatakan mahkamah atau pengadilan tidak boleh memutuskan hal-hal yang berada di luar kewenangannya," ucap Eddy.

Selain itu, terkait dengan permasalahan keabsahan pencalonan Prabowo-Gibran, Eddy menilai hal tersebut adalah sengketa proses dan bukan kewenangan MK. Menurutnya, pasangan calon lain yang merasa keberatan seharusnya mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) saat KPU mengumumkan keputusan pencalonan Prabowo-Gibran. Namun, AMIN dan Ganjar-Mahfud tidak mengambil langkah tersebut.

"Pada kenyataannya, selama kampanye, termasuk debat presiden dan wakil presiden, hal ini tidak pernah dipersoalkan. Ini menunjukkan pengakuan yang tidak diungkap secara terbuka," kata Eddy. Eddy juga berpendapat masalah batas usia seharusnya tidak menjadi perdebatan karena KPU hanya menjalankan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Seharusnya, masalah batas usia ini tidak diserahkan kepada KPU, tetapi kepada MK," ujarnya. Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI Anies-Muhaimin (AMIN) meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.

Selain itu, AMIN juga memohon agar MK mendiskualifikasi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024. Mereka juga meminta MK memerintahkan KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran. Sementara itu, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI Ganjar-Mahfud juga memohon kepada MK untuk membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.

Mereka juga meminta MK untuk mendiskualifikasi Prabowo-Subianto sebagai pasangan calon peserta Pilpres 2024. Selain itu, mereka memohon agar MK memerintahkan KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 hanya antara Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. (ant)
 
 
 
 
 
 


Berita Lainnya