Nasional
Dana Transfer Daerah Berkurang, saatnya Jual Keunggulan Daerah Lewat City Branding
Eko: Kepala Daerah Harus Kreatif
 
                JAKARTA - Ketika Pemerintah Pusat memangkas besaran dana transfer Daerah, saatnya Pemerintah Daerah kreatif mengeksplor keunikan sebagai keunggulan daerah untuk dijadikan sumber pendapatan daerah. Keunggulan daerah tersebut dikemas dalam sebuah brand, yang dikenal dengan istilah city branding.
“Dana transfer daerah dipangkas, walikota, bupati maupun gubernur jangan panik, jangan bingung sampai harus menaikkan pajak daerah. Pemerintah daerah harus kreatif menciptakan sumber-sumber baru,” kata pengamat politik dan pemerintahan Eko Satiya Hushada.
Menurut direktur eksekutif Brand Politika ini, di tengah keterhimpitan, seharusnya kreativitas semakin menggeliat, membuncah. Jangan sampai mengambil langkah dengan menaikkan pajak daerah, di tengah ekonomi sulit. “Saatnya pemerintah daerah mencari jalan keluar. Tercipta sumber pendapatan baru, masyarakat ikut menikmati dampaknya. Ekonomi menggeliat,” ujar Eko.
Konsultan politik dan pemerintahan ini menilai, Pemerintah daerah masih belum maksimal mengeksplor keunikan yang menjadi keunggulan daerahnya. Ia yakin, masing-masing daerah punya keunikannya masing-masing, yang jika dikemas dengan baik, akan menjadi keunggulan dan bernilai strategis bagi maju dan berkembangnya sebuah daerah.
“Saatnya mendata keunggulan daerah, lakukan survei, FGD, tentukan strategi, kemas dalam sebuah merek daerah, yang dikenal dengan istilah city branding. Mau jadikan sebagai kota apa, sesuaikan dengan potensinya. Tentukan mereknya,” jelas Eko.
Ia pun bicara panjang lebar soal city branding. Menurut Eko, city branding adalah strategi pemasaran yang menganggap sebuah kota sebagai merek untuk dibangun citra positifnya. Konsep ini memadukan unsur branding dan city marketing, dimana kota memiliki nama, logo atau slogan khusus yang mewakili karakter uniknya. Dengan city branding, suatu kota merumuskan identitas tersendiri yang menggambarkan nilai dan keunggulan lokal.
“Tujuannya agar publik, baik penduduk, wisatawan, maupun investor, mengenal dan mengingat kota tersebut secara positif. Misalnya, kota Bandung mendapat julukan ‘Paris van Java’ untuk menonjolkan suasana kreatif dan modisnya. Sedangkan Jogja dikenal dengan tagline ‘Jogja Istimewa’ karena kaya budaya dan kehangatan warganya,” kata Eko.
Menurut para ahli, masih menurut Eko, city branding adalah strategi pemasaran dan manajemen citra suatu kota untuk membangun identitas unik dan persepsi positif, menarik investor, wisatawan, dan talenta, serta menciptakan keunggulan kompetitif global. Ini melibatkan koordinasi strategis berbagai aspek kota, baik ekonomi, sosial, budaya, dan aspek lainnya.
“City branding adalah sarana untuk meningkatkan daya saing dan pembangunan,” kata Eko.
Secara rinci, Eko menyebutkan beberapa tujuan dari kegiatan city branding. Salah satunya adalah membentuk citra positif, yakni memberikan kesan baik kepada masyarakat luas terhadap potensi dan keunikan kota.
City branding juga akan membedakan satu kota dengan kota lainnya (diferensiasi), yakni dengan menonjolkan keistimewaan kota agar berbeda dari kota lain. Menarik wisatawan juga menjadi salah satu tujuan city branding. Kegiatan ini akan meningkatkan kunjungan wisata dengan mempromosikan objek dan budaya kota.
“Tujuan lain dari city branding, yakni menarik investasi dan talenta, meningkatkan perekonomian hingga memperkuat identitas warga. Ini akan menumbuhkan rasa kebanggaan dan keterikatan warga terhadap kota mereka. Identitas kota yang kuat membuat warga lebih ikut terlibat dalam pembangunan dan promosi kota,” jelas Eko.
TAHAPAN CITY BRANDING
Untuk suksesnya city branding, menurut Eko, ada beberapa tahapan yang bisa dilakukan. Dimulai dari analisis Situasi Kota, yakni melakukan riset mendalam tentang kota. Ini meliputi analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT) kota; karakteristik budaya, sejarah, dan ekonomi; citra saat ini di mata publik, serta profil target audiens, yakni wisatawan, investor, warga lokal.
“Data diperoleh lewat survei pendapat, wawancara pemangku kepentingan, dan studi benchmarking kota lain. Hasil analisis menetapkan isu dan potensi utama kota serta arahan branding yang sesuai,” ujar Eko.
langkah berikutnya, yakni merumuskan Identitas Merek Kota. Berdasarkan hasil analisis, tim branding menentukan visi dan nilai-nilai inti kota. Kemudian dikembangkan elemen brand: nama tagline atau julukan (slogan), logo, warna, dan cerita yang mewakili karakter unik kota. Identitas ini harus autentik dan menggambarkan keunggulan kota. Misalnya, Banyuwangi mengusung slogan “Sunrise of Java” untuk menonjolkan keindahan matahari terbitnya, sedangkan Jakarta memilih “Enjoy Jakarta” dengan logo Monas yang melambangkan keramahan kota.
Kemudian, merancang strategi komunikasi dan promosi, dimana tim merumuskan strategi komunikasi yang mencakup media promosi iklan, agenda acara, serta kolaborasi dengan pemangku kepentingan. Pesan komunikasi disesuaikan dengan target demografis.
Langkah berikutnya, yakni implementasi program branding. Tahap ini adalah pelaksanaan kegiatan sesuai strategi. Misalnya, meluncurkan logo baru secara resmi, memasang baliho atau penanda kota berlogo city brand, mengadakan event peluncuran brand, serta mempromosikan lewat situs pariwisata. Pemerintah daerah juga mengintegrasikan identitas brand di berbagai kebijakan dan layanan publik.
“Langkah terakhir, yakni evaluasi dan Penyesuaian. Setelah brand diterapkan, dilakukan pemantauan hasilnya. Evaluasi bisa berupa survei persepsi publik, yakni mengukur kesadaran dan citra kota, pelaporan jumlah wisatawan/investor baru, serta analisis pencapaian tujuan ekonomi. Berdasarkan feedback ini, pemerintah kota dapat menyesuaikan strategi komunikasi atau mengembangkan program lanjutan,” ujar Eko.
Ia pun mengingatkan bahwa city branding bukan hanya sekali jadi, melainkan proses berkelanjutan yang terus diadaptasi sesuai dinamika kota dan kebutuhan pasar. “Yang dibutuhkan sekarang adalah visi kepala daerahnya. Harus ada visi marketing, menjual daerahnya dengan segala keunikan lokalnya sebagai kekuatan,” tegas Eko. (sa)









