Kesehatan

Siapa Bilang Plastik Biru Galon Air Mineral Bikin Anak Autis?

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
18 Juni 2024 14:00
Siapa Bilang Plastik Biru Galon Air Mineral Bikin Anak Autis?
Galon Air Mineral

JAKARTA - Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A (K), membantah air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang berwarna biru dari bahan polikarbonat dapat menyebabkan autisme pada anak.

“Tidak ada kajian tentang pengaruh air dari galon guna ulang biru terhadap penyakit autisme pada anak, belum ada buktinya juga,” kata Rini di Jakarta, Senin. Menurut Rini, belum ada bukti yang akurat mengenai hal tersebut. Meskipun pernah ada penelitian yang mendukung pengaruh zat tembaga logam terhadap penyebab autisme, namun tidak ada kesimpulan yang membenarkannya.

Penelitian terkait korelasi keduanya makin jarang dilakukan dan pencarian penyebab autisme tidak lagi menjadi perhatian saat ini. Rini menegaskan air galon guna ulang biru sebenarnya sangat baik untuk kesehatan karena mengandung mineral yang sangat dibutuhkan tubuh manusia.

“Jika dikatakan bisa menyebabkan autisme, seharusnya sudah banyak anak-anak di Indonesia yang menderita autisme karena banyak yang minum air galon. Namun, kenyataannya, jumlah anak yang autis bisa dihitung dengan jari,” ucap Rini. Autisme sendiri disebabkan oleh masalah perilaku pada anak yang disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor genetik. Beberapa faktor risiko lain yang telah teridentifikasi termasuk riwayat prematur, riwayat kejang pada masa bayi, dan infeksi masa lampau.

“Biasanya pada anak autis, kita tidak mencari penyebab pastinya. Pemeriksaan darah, CT Scan, biasanya tidak kita lakukan, kita langsung melakukan intervensi untuk penanganannya,” katanya. Gejala yang umum ditemukan pada anak penderita autisme termasuk keterlambatan bicara, kurangnya kontak mata, kesulitan bersosialisasi, serta melakukan gerakan berulang-ulang seperti melirik, menata benda, atau memutar roda.

Pada beberapa kasus, anak-anak dengan autisme juga mengalami alergi makanan seperti susu sapi dan makanan laut. Oleh karena itu, penanganan autisme harus disesuaikan dengan gejalanya. Rini menjelaskan autisme dapat dibagi menjadi ringan, sedang, dan berat. Pendeteksian tingkat keparahan dilakukan menggunakan kuesioner M-CHAT-R.

Anak yang masuk dalam kategori autis ringan mungkin memiliki kontak mata, meskipun hanya sebentar. Anak dengan kategori sedang mungkin tidak cuek, tetapi tidak ada kontak mata. Sedangkan anak dengan kategori berat biasanya tidak cuek dan tidak memiliki kontak mata.

Terkait dengan penanganannya, autisme dapat diperbaiki dengan mengembangkan kemampuan anak melalui berbagai jenis terapi, seperti terapi perilaku, terapi sensorik integrasi, terapi okupasi, dan terapi bicara. Meskipun memerlukan waktu yang cukup lama, terapi ini dapat membantu memperbaiki perilaku anak autis. (ant)
 


Berita Lainnya