Politik dan Pemerintahan

Rapat Panja RUU TNI di Hotel Mewah: Kontroversi, Kritik Sipil, dan Keamanan TNI Berjaga

Redaksi — Satu Indonesia
10 hours ago
Rapat Panja RUU TNI di Hotel Mewah: Kontroversi, Kritik Sipil, dan Keamanan TNI Berjaga
Koalisi Sipil geruduk ruang rapat panja RUU TNI di Hotel daerah Jakpus (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Pembahasan revisi Undang-Undang (UU) TNI yang digelar oleh Komisi I DPR RI menuai gelombang kontroversi. Rapat yang berlangsung pada Jumat (14/03/25) hingga Sabtu (15/03/25) di Hotel Fairmont, Jakarta, mendapat sorotan tajam dari masyarakat sipil. Rapat yang berlangsung maraton, bahkan hingga malam hari, di salah satu hotel mewah ini dinilai sebagai tindakan yang tidak transparan dan ironi di tengah sorotan publik mengenai efisiensi anggaran negara.

Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan mengkritik keras keputusan DPR dan pemerintah yang memilih tempat mewah untuk membahas RUU TNI. “Di tengah sorotan publik terhadap revisi Undang-Undang TNI, Pemerintah dan DPR justru memilih membahas RUU ini secara tertutup di hotel mewah pada akhir pekan. Kami melihat ini sebagai bentuk rendahnya komitmen terhadap transparansi,” ujar koalisi tersebut dalam pernyataan resmi mereka yang diterima pada Sabtu malam (15/03/25).

Koalisi Sipil Protes Rapat Tertutup

Pada Sabtu (15/03/25), tiga orang aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil mencoba untuk menyusup masuk ke ruang rapat dan menggelar aksi penolakan. Mereka membawa poster kritik dan berteriak menuntut agar pembahasan RUU TNI dihentikan. Meski mereka ditarik paksa oleh petugas keamanan hingga terjatuh, aksi penolakan mereka tetap bergema di dalam hotel.

"Wakil Koordinator KontraS, Andri Yunus, menegaskan, ‘Kami menolak adanya Dwifungsi ABRI, hentikan proses pembahasan RUU TNI!’" ujar salah satu aktivis saat berada di lokasi. Dwifungsi ABRI, yang sebelumnya berlaku pada masa Orde Baru, mengizinkan militer terlibat dalam pemerintahan, sebuah konsep yang dihapus pasca-reformasi 1998.

DPR Jelaskan Alasan Rapat di Hotel Mewah

Menanggapi kritikan tersebut, Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, membela keputusan untuk menggelar rapat di hotel bintang lima. Menurutnya, rapat yang sangat mendesak ini diperbolehkan untuk dilakukan di luar Gedung DPR, merujuk pada Pasal 254 Tata Tertib DPR yang mengatur rapat mendesak bisa dilakukan di tempat lain.

"Hotel Fairmont dipilih karena memiliki fasilitas sesuai dengan anggaran yang tersedia. Kami sudah mempertimbangkan beberapa tempat, dan hotel ini menawarkan tarif yang sesuai dengan standar DPR," terang Indra kepada wartawan.

Selain alasan efisiensi anggaran, Indra juga menambahkan bahwa rapat tersebut berlangsung maraton, sehingga para peserta membutuhkan tempat istirahat untuk melanjutkan diskusi keesokan harinya.

Rantis TNI Amankan Rapat Panja RUU TNI

Sementara itu, di luar Hotel Fairmont, terlihat sejumlah kendaraan taktis (rantis) milik TNI yang diparkir di area sekitar. Keberadaan rantis ini mendapat perhatian publik setelah viral di media sosial. Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Haryanto, membenarkan bahwa kendaraan tersebut dikerahkan untuk tujuan pengamanan.

"Keberadaan rantis hanya untuk perbantuan pengamanan, mengingat rapat panja ini melibatkan beberapa kementerian dan pejabat negara," jelas Hariyanto.

Kritik Terhadap Rapat Tertutup: Apa Selanjutnya?

Kontroversi ini membuka kembali perdebatan mengenai pentingnya transparansi dalam proses legislasi yang mempengaruhi tata kelola pertahanan negara. Masyarakat sipil menuntut agar DPR dan pemerintah lebih terbuka dan melibatkan publik dalam setiap tahapan pembahasan undang-undang yang berkaitan dengan kepentingan nasional.

Seiring dengan itu, proses pembahasan RUU TNI diperkirakan akan terus mendapat sorotan. Rapat-rapat lanjutan masih akan digelar, namun pertanyaan mengenai komitmen transparansi dan partisipasi publik terus menggema di tengah masyarakat. (mul)

#RUUTNI #RapatPanja #DPRRI #KontroversiRUUTNI #TransparansiPemerintah #ReformasiKeamanan #KoalisiSipil #HotelMewah #TNI #KeamananTNI




Berita Lainnya