Opini
Ramadan Sebagai Bulan Transformasi
Oleh: Shamsi Ali Al-Kajangi
MANHATTAN, 7 Maret 2024 - Umumnya ketika kita bersentuhan dengan Ramadan maka yang terbetik pertama kali dan jelas di kepala adalah puasa dan ragam amalan ritual lainnya. Yang teringat adalah puasa di siang hari dengan meninggalkan makan minum, hubungan suami istri dan banyak kesenangan dunia lainnya. Juga teringat tarawih di malam hari serta ragam ibadah lainnya termasuk tilawah Al-Qur’an, dzikrullah, dan seterusnya.
Sangat sedikit di antara kita yang menyadari bahwa di samping signifikansi Ranadan dengan berbagai amalan ritual itu, Ramadan juga menjadi bulan yang sangat penting bagi terjadinya transformasi kehidupan manusia. Mungkin tidak berlebihan jika saya labeli bulan Ramadan sebagai bulan transformasi (month of transformation). Bulan yang sangat esensial bagi umat manusia untuk melakukan “perubahan mendasar” (foundational change) dari suatu keadaan kurang baik ke keadaan yang lebih baik bahkan terbaik.
Berbicara tentang transformasi (foundational change atau perubahan mendasar) juga berbicara tentang sesuatu yang memang menjadi tuntutan dasar kehidupan. Alam semesta, termasuk manusia di dalamnya secara alami dan secara konstan (terus menerus) mengalami perubahan. Tidak ada yang statis (tidak berubah) kecuali Pencipta (Khaliq). Sebaliknya semua ciptaan (makhluq) secara alami pasti mengalami perubahan.
Dari sinilah jika saya menterjemahkan Ramadan sebagai bulan ketakwaan (syahru at-taqwa) maka saya terjemahkan dengan “bulan transformasi”. Karena ketakwaan yang sesungguhnya adalah kemampuan melakukan perubahan dari suatu keadaan yang kurang/tidak baik menuju kepada keadaan yang baik dan lebih baik.
Dimulai dengan IQRA’
Perubahan mendasar atau transformasi dalam segala lininya bermuara dari satu titik poin. Yaitu titik “cara pandang” (mindset) yang tersimpulkan dalam kata “IQRA” seperti yang disampaikan pertama kali kepada baginda Rasulullah SAW. Dengan IQRA’ inilah seseorang akan memperluas wawasan (mindset) atau cara pandang untuk memudahkan terjadinya transformasi dalam segala lini kehidupannya.
Pada Ramadan kali ini ada lima transformasi penting yang kita harapkan terjadi dalam kehidupan kita sebagai manusia. Tentu baik pada tataran personal maupun pada tataran kehidupan jama’i atau kolektif kita.
Satu: urgensi menjadikan bulan Ramadan ini sebagai bulan transformasi iman. Transformasi iman yang kita maksudkan di sini adalah bahwa melalui bulan Ramadan kita melakukan “tajdid imani” (pembaharuan iman). Dari iman yang mungkin berkarakter pasif ke Iman yang berkarakter aktif.
Keimanan yang berkarakter pasif itu sering kali karena memang keimanan yang “taken for granted”. Keimanan seperti ini pada umumnya adalah keimanan dihasilkan melalui kelahiran (bu birth) dan/atau lingkungan di mana kita hidup. Kita merasa beriman karena terlahir dari orang tua yang Muslim. Atau kita beriman karena kita kebetulan hidup di lingkungan yang memang menjadi bagian dari komunitas orang-orang yang Muslim.
Keimanan pasif ini tidak membawa ke mana-mana. Mungkin itulah yang selama ini terlabelkan dengan “Islam KTP”. Iya Mukmin. Tapi hati/jiwa dan karakter/amalnya jauh dari nilai dan ajaran Islam dan keimanan itu.
Di sinilah pentingnya melakukan transformasi imani dari iman pasif menjadi iman aktif. Dalam artian Iman yang memiliki dampak nyata secara positif dalam kehidupan. Bentuk keimanan yang salah satunya digambarkan di Surah Ibrahim: 24: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah memberikan contoh Kalimah yang baik bagaikan pohon yang baik. Akarnya kuat dan rantingnya tinggi ke atas langit, memberikan buah-buahnya setiap saat dengan izin Tuhannya”.
Dua: urgensi menjadikan bulan Ramadan kali ini sebagai bulan transformasi hati dan kejiwaan. Transformasi yang maksudkan di sini adalah pentingnya kembali melakukan pembersihan hati (qalb) dan jiwa (nafs).
Jika kita telusuri berbagai ayat maupun hadis tentang kehidupan manusia maka hati dan jiwa menjadi pusat kehidupan. Warna dan bentuk kehidupan manusia ditentukan oleh warna dan bentuk hati dan kejiwaan manusia. Ini yang tersimpulkan dalam hadis Rasulullah SAW: “sesungguhnya pada diri manusia ada segumpal darah, yang jika baik akan baik seluruh amalannya. Tapi jika rusak maka rusaklah pula seluruh amalannya. Itulah hati” (hadis).
Kita mengenal bahwa hati itu adalah pusat nurani (cahaya batin) yang menjadi rujukan utama kehidupan. Hanya saja hati yang tidak terjaga akan terkontaminasi dengan berbagai kotoran kehidupan yang pada akhirnya terjangkiti penyakit bahkan tertutup. Ketika mengalami situasi sakit dan tertutup maka hati yang awalnya mampu mengendalikan perilaku manusia ke arah ketakwaan (takwaaha). Akibatnya kendali terambil alih oleh hawa nafsu yang buas. Hawa nafsu yang buas karena gagal terkendali oleh hati ini menghasilkan “fujuur” (kejahatan-kejahatan).
Di sinilah Ramadan memainkan peranan yang signifikan untuk membenahi dan membersihkan kembali hati dan jiwa manusia. Pembersihan hati atau jiwa yang lebih populer dalam bahasa Al-Qur’an dengan “tazkiyah” itulah sesungguhnya yang kita maksud dengan transformasi hati dan jiwa di bulan Ramadan. Karena sejatinya Ramadan memang adalah bulan tazkiyah melalui magfirah dan pengampunan. Dengan pengampunan dan magfirah itu hati semakin bersih, sehat, dan membawa dampak positif dalam kehidupan. (Bersambung)