Bisnis
Krisis PHK di Awal 2025: Industri Terpuruk, Ekonomi Lampu Kuning

JAKARTA – Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus menghantui dunia industri di Indonesia. Hingga awal 2025, kondisi ini semakin memburuk dan diprediksi akan berlanjut dalam beberapa bulan ke depan. Para ekonom memperingatkan bahwa situasi ini menjadi sinyal kuat bahwa ekonomi nasional tengah memasuki fase kritis.
Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai bahwa maraknya PHK menjadi pertanda ekonomi Indonesia dalam kondisi “lampu kuning.” Menurutnya, industri dalam negeri tengah menghadapi tekanan berat dari faktor global maupun domestik.
Industri Tekstil Babak Belur, PHK Meningkat
Salah satu sektor yang paling terdampak adalah industri tekstil. “Industri tekstil mendominasi gelombang PHK sepanjang 2024 hingga awal 2025. Permintaan dari China dan Amerika Serikat mengalami penurunan tajam dalam dua tahun terakhir, memaksa pelaku industri rasionalisasi produksi sesuai permintaan ekspor,” ungkap Nailul, Minggu (02/03/25).
Tak hanya itu, derasnya impor produk tekstil dari China juga semakin memperburuk situasi. Kemudahan impor akibat diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 menjadi salah satu penyebab utama. “Produk tekstil asal China dijual jauh lebih murah dibandingkan produk lokal. Selain itu, masuknya barang impor secara ilegal semakin menekan industri dalam negeri,” tambahnya.
PHK Berpotensi Meningkat, Ekonomi Tidak Berkualitas
Gelombang PHK diprediksi akan terus bertambah seiring belum membaiknya Purchasing Manager Index (PMI), indikator yang mencerminkan kondisi industri manufaktur. Nailul menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini tidak berkualitas karena sektor industri tidak mampu menyerap tenaga kerja secara optimal.
“Dulu, pertumbuhan ekonomi 1% bisa menyerap lebih dari 400 ribu tenaga kerja. Sekarang, 1% pertumbuhan hanya menyerap sekitar 100 ribu tenaga kerja. Jika tren ini terus berlanjut, dalam jangka menengah dan panjang akan semakin memperburuk tingkat kemiskinan dan ketimpangan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Nailul juga mengungkapkan bahwa kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus menurun. “Saat ini, proporsi industri manufaktur hanya sekitar 18% terhadap PDB. Padahal, satu dekade lalu, angkanya pernah mencapai lebih dari 20%.”
Serbuan Impor, Ekonomi Berisiko Stagnan
Selain tantangan global, serbuan barang impor juga semakin menekan daya saing industri nasional. “Industri dalam negeri semakin sulit bertahan di tengah permintaan yang belum sepenuhnya pulih. Jika ini terus dibiarkan, dalam satu hingga dua tahun ke depan, jumlah tenaga kerja yang terkena PHK bisa semakin meningkat,” tutup Nailul.
Pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis untuk melindungi industri dalam negeri dan mencegah eskalasi krisis ketenagakerjaan. Tanpa kebijakan konkret, stagnasi ekonomi dan peningkatan angka pengangguran akan menjadi ancaman nyata bagi perekonomian nasional. (mul)
#PHKMassal #EkonomiIndonesia #IndustriTerpuruk #TekstilIndonesia #KrisisEkonomi #ImporChina #LapanganKerja #PerekonomianNasional #InvestasiIndonesia #PemerintahHarusBertindak