Nasional

KPK Mulai "Intip" Dugaan Klaim Fiktif BPJS Kesehatan

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
26 Juli 2024 21:30
KPK Mulai "Intip" Dugaan Klaim Fiktif BPJS Kesehatan
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardika Sugiarto.

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah menelaah dugaan klaim fiktif oleh tiga rumah sakit yang diduga merugikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga miliaran rupiah.

"Saat ini, Kedeputian Penindakan masih dalam proses penelaahan terkait klaim fiktif BPJS tersebut," ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Jumat. Tessa menjelaskan bahwa salah satu aspek yang diperiksa adalah apakah kasus ini melibatkan aparat penegak hukum atau penyelenggara negara. Selain itu, KPK juga mendalami potensi kerugian negara yang ditimbulkan. Jika kerugian negara mencapai Rp1 miliar, kemungkinan besar kasus ini akan ditangani langsung oleh KPK. Namun, jika melebihi kewenangan KPK, maka akan dilakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya melalui bagian supervisi di KPK.

Tessa meminta publik untuk bersabar sambil menunggu proses telaah selesai, dan KPK akan segera mengumumkan hasilnya. Sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, pada Rabu (24/7), mengungkapkan bahwa KPK akan menyelidiki tiga rumah sakit yang diduga melakukan phantom billing atau klaim fiktif terhadap BPJS Kesehatan. Terdapat klaim yang mencurigakan di Jawa Tengah sebesar Rp29 miliar, serta dua rumah sakit di Sumatera Utara dengan klaim masing-masing sebesar Rp4 miliar dan Rp1 miliar.

Pahala menyebutkan bahwa temuan ini sudah dilaporkan kepada pimpinan KPK dan akan dilimpahkan ke Kedeputian Penindakan untuk ditindaklanjuti. Penanganan kasus ini akan ditentukan oleh pimpinan KPK, termasuk apakah akan diserahkan kepada kejaksaan atau ditangani oleh KPK sendiri.

Pahala juga mengungkapkan adanya oknum petugas rumah sakit yang mengumpulkan data warga, seperti KTP, KK, dan kartu BPJS, melalui kegiatan bakti sosial. Data tersebut kemudian digunakan untuk membuat klaim kesehatan fiktif dengan nama-nama warga yang tidak benar-benar sakit.

Selain itu, para pelaku juga memalsukan identitas dokter, di mana dokter yang dicantumkan dalam klaim fiktif ternyata sudah tidak bekerja di rumah sakit tersebut. Pahala menegaskan bahwa praktik ini melibatkan berbagai pihak dan tidak mungkin dilakukan oleh satu orang saja. "Kami menemukan bahwa ini melibatkan banyak pihak, dari pemilik rumah sakit hingga direktur utamanya," tambah Pahala. (ant)


Berita Lainnya