Sepakbola

Kisah Perjalanan Manchester United, dari Klub Kaya Raya, Terpuruk, dan Kini Bangkit

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
19 Februari 2024 11:00
Kisah Perjalanan Manchester United, dari Klub Kaya Raya, Terpuruk, dan Kini Bangkit
Bos INEOS Group Jim Ratcliffe yang juga pemilik klub Nice di Prancis dan 25 persen saham Manchester United, saat menyaksikan pertandingan perempatfinal Liga Europa Conference antara Nice dan FC Basel di  Allianz Riviera, Nice, Prancis, pada 20 April  2023.

JAKARTA - Sejak 2018, Manchester United tak pernah lagi menduduki posisi teratas dalam daftar klub kaya raya di dunia, tapi tetap masuk lima besar dunia.

Karena stabilitas finansial itu, pemilik United, Keluarga Glazer, berani menjual 25 persen sahamnya kepada Sir Jim Ratcliffe pada harga 1,2 miliar pound (Rp23,6 triliun), jauh di atas harga 100 persen saham United ketika mereka beli pada 2005 dalam harga 800 juta pound (Rp15,7 triliun).

Namun di lapangan hijau, klub yang dicemooh oleh mantan pelatihnya, Louis van Gaal, sebagai klub dagang ketimbang klub sepak bola itu, babak belur tak karuan. Sejak 2013 MU tak pernah lagi mengangkat trofi juara liga, hanya Piala FA pada 2016 dan Piala Liga pada 2017 serta 2023.

Dalam kurun waktu yang sama, Setan Merah lima kali terlempar dari Liga Champions. Tahun lalu, pelatih Erik ten Hag mengembalikan United ke kompetisi elite Eropa itu setelah semusim sebelumnya finis urutan keenam. Namun musim ini, United kembali tertatih-tatih sampai terpuruk pada peringkat enam, walau terlalu dini untuk menyimpulkan ini akan menjadi akhir perjalanan Setan Merah mengingat musim yang masih panjang.

Tetapi, ada perkembangan menjanjikan dalam beberapa pekan terakhir ini. Sejak menyerah 1-2 kepada Nottingham Forest pada 31 Desember 2023, United tak terkalahkan dalam tujuh laga terakhir, dalam semua kompetisi. Itu sudah termasuk empat kemenangan liga berturut-turut, dengan terakhir dicatat dari kandang Luton Town, Minggu malam tadi, dalam skor 2-1.

Secara individual, kualitas permainan sejumlah pemain pun perlahan meningkat lagi, khususnya Rasmus Hojlund yang saat melawan Luton mencetak dua gol. Uniknya, peningkatan ini terjadi bersamaan dengan rampungnya proses akuisisi United oleh Ratcliff.

Sejak bos perusahaan kimia INEOS berkekayaan bersih 20,8 miliar dolar AS (Rp325,6 triliun) itu dipastikan menguasai saham minoritas yang membuatnya total mengurusi operasi sepak bola United, permainan Setan Merah mulai menunjukkan stabilitas. Hojlund mencetak gol liga pertamanya di Old Trafford pada 27 Desember 2023 ketika United menang 3-2 atas Aston Villa. Itu terjadi tak lama setelah Ratcliffe merampungkan akuisisi 25 persen saham MU.

Sebelum itu, striker Denmark berusia 21 tahun yang dibeli dari Atalanta pada Agustus 2023 tersebut tak pernah menciptakan gol dalam 14 pertandingan liga. Namun belakangan ada faktor di luar lapangan yang mendorong kualitas permainan seperti Hojlund meningkat. Dan itu adalah Ratcliffe.

Begitu memastikan diri mengusai 25 persen saham United, Ratcliffe langsung berdialog dengan pendukung United. Langkah ini tak pernah dilakukan oleh keluarga Glazer. Awal Januari 2024, giliran karyawan United yang disapa Ratcliffe yang bersama Sir Dave Brailsford yang mantan direktur olah raga INEOS, beramah tamah dengan 100 staf United, mulai dari bagian tiket sampai satpam dan petugas kantin.

Di sana, dia menjelaskan visinya untuk Manchester United. "(Usai pertemuan) semua orang meninggalkan ruangan dengan hati gembira," kata seorang staf United kepada ESPN.

Sebelum ini yang didengar oleh karyawan cuma pengencangan ikat pinggang melulu. Tak pernah ada pendekatan dari hirarki klub yang menggugah orang-orang yang bekerja di MU. Kini, para karyawan United senang mendengar ada orang yang bertekad menghidupkan lagi kegairahan di klub itu. "Juga senang bisa satu ruangan dengan pimpinan, yang tak pernah terjadi pada keluarga Glazer," kata staf yang meminta namanya dirahasiakan itu.

Semua menyambut positif pendekatan manusiawi Ratcliffe yang menyatakan staf perusahaan sama pentingnya dengan pemain-pemain United. Keluarga Glazer tak pernah mencetuskan kalimat yang memotivasi seperti itu. Sebaliknya, seperti disebut Louis van Gaal, keluarga itu melulu memandang United sebagai mesin uang.

Laporan investigatif ESPN yang dipublikasikan pada 7 Februari 2024 menelanjangi perlakuan buruk keluarga Glazer dan manajemen yang ditunjuknya, kepada klub besar itu. Banyak cerita miring dari keluarga ini, mulai dari mengambil dividen saat pandemi ketika eksekutif di klub-klub lain tak melakukannya, sampai memperlakukan karyawan perusahaan bagaikan pembantu rumah tangga.

Ada kisah, seorang staf United yang sedang mengurusi tur pramusim Setan Merah di Amerika Serikat, tapi disuruh-suruh oleh keluarga Glazer agar melayani anak-anak keluarga itu. Keluarga Glazer juga tak mempedulikan stadion Old Trafford yang atapnya bocor. Stadion ini tak dirawat seperti Manchester City, Tottenham, dan klub-klub besar lain merawat stadion mereka.

Akibatnya, federasi sepak bola Inggris (FA) tak memilih stadion ikonik itu sebagai venue Euro 2028 yang akan digelar di Inggris dan Irlandia. Keluarga ini juga pelit berbelanja pemain, tapi sigap menjual asset yang dihargai mahal oleh klub lain yang tak lebih kaya dari United.

Contohnya, Cristiano Ronaldo yang dijual kepada Madrid pada 2009 dengan harga 80 juta pound (Rp1,5 triliun) yang merupakan termahal saat itu. Padahal, Ronaldo belum masuk usia puncak sehingga United seharusnya sekuat tenaga mempertahankan pemain ini. Sebaliknya, manajemen United tak mau keluar uang banyak untuk membeli pemain bintang atau berpotensi bintang sehingga sering kalah bersaing dengan klub. (ant)
 
 
 


Berita Lainnya