Kesehatan
Kenali Terapi Oksigen Hiperbarik, Manfaatnya Seabrek
JAKARTA - Dokter spesialis kedokteran kelautan, konsultan penyelaman, dan hiperbarik di RSUD Kepulauan Seribu, dr. Soeprihadi Soedjono, Sp.KL, Subs Sp. P.H(K), menjelaskan bahwa berada di ruang terapi oksigen hiperbarik mirip dengan berada di dalam kabin pesawat terbang.
Menurutnya, terapi oksigen hiperbarik adalah metode pengobatan di dalam ruangan udara bertekanan lebih dari satu atmosfer, yang biasanya hanya satu atmosfer, dan di dalam ruangan itu pasien mendapatkan oksigen 100 persen. Terapi ini digunakan untuk mengobati gangguan dekompresi atau masalah akibat gelembung gas yang menyumbat pembuluh darah sehingga mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke jaringan organ. Pasien diabetes dengan luka, keracunan gas karbon monoksida (CO), dan yang menginginkan perawatan anti-penuaan juga umumnya menjalani terapi ini.
Sebelum menjalani terapi, seseorang perlu menjalani pemeriksaan radiologi untuk mendapatkan gambar dari organ dalam dada seperti paru-paru dan jantung. Dia juga akan ditanyai oleh dokter mengenai riwayat penyakit dan lainnya, diikuti pemeriksaan fisik terutama daerah telinga, jantung, dan paru.
Pasien juga mendapatkan edukasi tentang cara menyesuaikan tekanan lingkungan, misalnya dengan menekan hidung kemudian menghembuskan napas sambil menelan ludah sehingga tuba eustachius, yakni saluran yang menghubungkan bagian tengah telinga dan nasofaring atau bagian atas tenggorokan, terbuka.
"Atau bisa juga dengan menguap, jadi tekanan di luar dan dalam sama. Bisa juga makan permen, minum air, karena menelan kan melakukan ekualisasi (menyesuaikan tekanan)," ujarnya. Didi mengingatkan pasien yang tidak bisa melakukan penyesuaian tekanan agar tak memaksakan diri demi menghindari risiko trauma pada telinga.
Selanjutnya, jika dokter menyatakan pasien bisa menjalani terapi, maka dia bisa masuk ke dalam ruangan atau disebut juga chamber. Ruangan terapi biasanya terbagi menjadi dua jenis, yaitu monoplace yang hanya memungkinkan satu pasien dan multiplace yang memungkinkan sekitar tiga pasien bersama perawat atau pendamping.
Di RSUD Kepulauan Seribu, tersedia tipe ruang terapi hiperbarik yang bisa memuat empat orang, terdiri dari tiga pasien dengan satu pendamping. Selama terapi, pasien bisa mendengarkan musik dan menonton tayangan kesukaan apabila di dalam ruangan tersedia televisi. Namun, sebagian pasien memilih mengobrol dengan sesama hingga terapi selesai.
Terkait efek samping, keracunan oksigen jarang terjadi tetapi dapat ditangani dengan membuka masker. Hasil terapi bisa dirasakan oleh pasien bahkan setelah satu kali terapi. Namun, untuk hasil yang optimal, pasien setidaknya perlu menjalani terapi lima kali dalam seminggu. Terapi oksigen hiperbarik juga bisa dilakukan pada anak-anak dengan autisme, celebral palsy, dan lansia untuk meningkatkan energi dan mengurangi kelelahan. (ant)