Kesehatan

Kelainan Irama Jantung Berisiko 5 Kali Serangan Stroke

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
17 Agustus 2024 12:00
Kelainan Irama Jantung Berisiko 5 Kali Serangan Stroke
Guru besar bidang aritmia Universitas Indonesia Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi Sp.JP(K) FIHA FAsCC dalam pemaparan hubungan jantung aritmia dengan stroke di RS Siloam TB Simatupang Jakarta.

JAKARTA - Guru besar bidang aritmia dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC, mengungkapkan  seseorang yang mengalami atrial fibrilasi, atau kelainan irama jantung, memiliki risiko lima kali lipat lebih besar terkena stroke iskemik atau stroke sumbatan.

"Atrial fibrilasi adalah salah satu kelainan irama jantung yang paling umum ditemukan dan merupakan penyebab utama terbentuknya cardio emboli yang kemudian dapat menyebabkan stroke iskemik," ujar Yoga dalam penjelasannya mengenai hubungan antara aritmia jantung dan stroke di RS Siloam TB Simatupang, Jakarta, Kamis. Yoga menjelaskan bahwa pada pasien dengan atrial fibrilasi, gumpalan darah atau kardio emboli dapat terbentuk di serambi kiri jantung. Jika gumpalan ini dipompa keluar oleh jantung, ia bisa tersangkut di pembuluh darah besar, terutama di pangkal pembuluh darah otak, yang menyebabkan stroke iskemik karena aliran darah ke otak terhambat.

Yoga menekankan bahwa stroke iskemik yang terkait dengan atrial fibrilasi cenderung menyebabkan tingkat disabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan stroke yang tidak terkait dengan atrial fibrilasi. "Tingkat kematian dalam 30 hari, satu tahun, dan tingkat ketergantungan yang berat setelah satu tahun pada stroke yang terkait dengan AF jauh lebih tinggi dan lebih berbahaya dibandingkan dengan stroke yang tidak disebabkan oleh atrial fibrilasi," jelasnya.

Staf pengajar di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI-PJNHK ini juga menyebutkan bahwa serangan stroke dapat memicu kelainan irama jantung seperti atrial fibrilasi, karena aktivasi hormon saat stroke terjadi yang memudahkan terjadinya aritmia. Pada pasien yang mengalami stroke dan ditemukan adanya atrial fibrilasi, dokter akan melakukan tindakan ablasi setelah lima hari masa akut stroke untuk menghentikan pembentukan gumpalan darah di serambi kiri jantung, yang bisa menyebabkan disabilitas seperti kesulitan menelan dan bergerak meski pasien sudah sembuh dari stroke.

Yoga menekankan pentingnya menangani atrial fibrilasi dengan mengendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, obesitas, gangguan tidur, usia, dan konsumsi alkohol berlebihan agar tidak menyebabkan stroke iskemik. "Sebagian besar faktor risiko yang mendampingi adalah hipertensi, jadi hal ini harus menjadi perhatian utama agar stroke tidak berkembang dan AF tidak menyebabkan stroke di kemudian hari," tuturnya.

Ia juga menambahkan bahwa pada usia 40 hingga 60 tahun, seseorang memiliki risiko lebih besar untuk mengalami atrial fibrilasi dan stroke, sehingga penting untuk mengenali gejala atrial fibrilasi dengan memeriksa denyut nadi sendiri atau menggunakan smartwatch untuk memantau denyut jantung. (ant)


Berita Lainnya