Opini
Indonesia dalam Cengkeraman Oligarki: Akankah Rakyat Terus Dibungkam?
Oleh: Ida N.Kusdianti

DRAMA politik di negeri ini terus berlanjut. Skenario demi skenario disusun rapi untuk menutupi berbagai isu besar yang menjadi pekerjaan rumah bagi para penegak hukum. Dari kasus Hasto yang tak kunjung selesai hingga mundurnya Kejaksaan Agung dalam penanganan skandal Pagar Laut, semua menunjukkan satu hal yang jelas: oligarki semakin menguat dan mengangkangi lembaga hukum di Republik ini.
Kasus ini juga menggambarkan betapa lemahnya supremasi hukum. Arsin, seorang makelar tanah dengan kasus pemalsuan surat SHGB di atas laut Tangerang, masih bisa sesumbar dan merasa sebagai korban. Jika menghadapi kasus selevel kepala desa saja aparat penegak hukum tidak mampu, bagaimana kita bisa berharap adanya keadilan bagi rakyat?
Prabowo dan Bayangan Jokowi
Presiden Prabowo Subianto saat ini seperti sedang menari di atas genderang hipnotis para menteri titipan Jokowi yang masih bercokol di kabinetnya. Lebih parah lagi, skenario politik yang dimainkan justru sedang menggiring Prabowo menuju kuburannya sendiri. Jokowi dan lingkaran oligarkinya sedang menyusun langkah untuk memastikan Gibran menjadi suksesor di 2029 dan melanjutkan proyek besar kaum taipan dalam mencaplok negeri ini secara sempurna.
Aksi mahasiswa pada 17 Februari 2025 dengan tagline #IndonesiaGelap di Jakarta dan Surabaya menjadi bukti nyata perlawanan terhadap kepemimpinan yang semakin kehilangan arah. Spanduk-spanduk yang menyerukan agar Jokowi diadili karena lebih berpihak pada oligarki ketimbang rakyat bermunculan di berbagai kota. Ini bukan sekadar aksi jalanan biasa, tetapi sinyal kuat bahwa rakyat mulai muak dengan kondisi yang ada.
Namun, seperti yang sudah sering terjadi, aparat kepolisian kembali menunjukkan wajah arogannya. Alih-alih mendengar aspirasi rakyat, mereka justru menjadi alat kekuasaan untuk membungkam kritik. Sejak era Jokowi, kepolisian berubah menjadi lembaga yang paling represif, menekan gerakan mahasiswa dan elemen masyarakat yang menuntut keadilan.

Papua: Realitas yang Menyedihkan
Sementara itu, di Indonesia Timur, rakyat Papua memberikan respons berbeda terhadap kebijakan populis pemerintah. Mereka menolak program makan gratis dengan alasan sederhana: mereka tidak butuh belas kasihan, mereka butuh keadilan!
Papua adalah tanah kaya yang memiliki tambang emas terbesar, tetapi rakyatnya tetap hidup dalam kemiskinan. Sumber daya alam mereka dieksploitasi tanpa ampun, sementara mereka hanya mendapat sisa-sisa. Bagi rakyat Papua, yang lebih dibutuhkan bukan sekadar makan gratis, tetapi pendidikan gratis dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya mereka.
Nasionalisme yang Dipertanyakan
Fenomena Brain Drain kembali mencuat di media sosial dengan tagar #KaburAjaDulu menjadi trending. Ini adalah bentuk kekecewaan generasi muda terhadap pemerintahan yang lebih mengutamakan tenaga kerja asing (TKA) China daripada memprioritaskan anak bangsa sendiri.
Alih-alih mendengar kritik ini dengan bijak, pemerintah justru merespons dengan sinis, seperti yang ditunjukkan oleh Menteri Bahlil. Sikap seperti ini hanya akan semakin menambah frustasi rakyat, khususnya generasi muda. Jika mereka memilih pergi ke luar negeri untuk mencari kehidupan yang lebih baik, apakah itu berarti mereka tidak nasionalis? Apakah nasionalisme hanya diukur dari seberapa lama seseorang tinggal di Indonesia? Menggelikan!
Hentikan Kekonyolan, Wujudkan Kedaulatan!
Pemerintah harus segera menghentikan sandiwara politik dan sadar bahwa rakyat tidak bisa selamanya dibodohi. Jika terus menari dalam gendang oligarki, maka jangan salahkan jika rakyat suatu saat bangkit dan melawan.
Teriakan "Terima Kasih Jokowi" yang menggema dalam Munaslub Partai Gerindra adalah candaan yang menyakiti demokrasi. Itu adalah bentuk penghinaan terhadap perjuangan rakyat yang selama ini telah dikebiri oleh kepentingan elite.
Rakyat sudah muak! Jika penguasa terus menebar angin pengkhianatan, maka jangan terkejut jika badai perlawanan akan segera datang. Sejarah sudah membuktikan, ketika perut rakyat kosong dan hak mereka terus dirampas, maka tidak ada yang bisa menghentikan kemarahan mereka.
Saatnya pemerintah membuka mata, mendengar suara rakyat, dan berhenti menari di atas genderang oligarki. Indonesia harus berdaulat, bukan dijual!
*Penulis adalah: Sekretaris Jendral Forum Tanah Air
#IndonesiaGelap #ReformasiDikorupsi #KaburAjaDulu #PapuaButuhKeadilan #HentikanOligarki