Gaya Hidup
Tips Bangun Kemampuan Literasi dan Numerasi untuk Anak
JAKARTA - Praktisi Pendidikan Galih Sulistyaningra membagikan sejumlah kiat bagi para guru dan orang tua untuk membangun kemampuan literasi dan numerasi anak di Indonesia.
“Literasi dan numerasi bukan hanya tanggung jawab guru Bahasa Indonesia dan Matematika, tapi juga semua guru, termasuk orang tua dan pemangku kebijakan,” kata Galih dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis. Wanita yang meraih gelar Master di bidang Educational Planning dari University College London (UCL) itu mengatakan berdasarkan Hasil Asesmen Nasional 2023, sebesar 39 persen siswa SD/sederajat belum memiliki kemampuan minimum dalam literasi dan 54 persen lainnya belum memiliki kemampuan minimum dalam numerasi.
Ia menyayangkan kondisi tersebut karena kemampuan literasi dan numerasi jauh lebih luas dari sekadar baca, tulis, dan hitung (calistung) karena melibatkan kemampuan untuk memahami pelajaran. Kedua kemampuan tersebut bahkan seharusnya menjadi pondasi sebelum anak bisa menghitung.
Menurut Galih, orang tua perlu memupuk sejak dini kemampuan literasi anak-anak melalui kemampuan memahami. “Ada yang namanya ‘kesadaran cetak’, sebenarnya bisa dimulai dari simbol atau gambar. Tipsnya, mulai dengan membaca gambar. Walaupun ada tulisannya, tapi membaca gambar. Kita bisa mulai dari gambar, untuk buku anak usia dini, gambar lebih besar dan perlu bercerita,” ujarnya.
Sementara dalam hal numerasi, Galih menilai orang tua masih sering mengasosiasikan numerasi dengan kemampuan matematis yang kompleks. Padahal, numerasi bisa didorong dengan teknik one to one correspondence. “Jangan hanya mengajarkan simbol angka. Kita harus ajarkan dengan benda konkret. ‘Satu’ itu satu benda, ‘dua’ itu dua benda. Sehingga anak terbiasa, jika angka semakin besar, maka jumlah semakin banyak,” katanya.
Sembari mempelajari hal tersebut, orang tua dan guru dapat menopang kemampuan anak melalui keterampilan melihat, mendengar, berbicara, dan menulis. Semua ini dibangun melalui interaksi yang intens dengan guru maupun orang tua di rumah. Para guru juga harus lebih kreatif agar anak memiliki ketertarikan untuk membaca. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan keberadaan Pojok Baca di sekolah.
“Kalau mau berkelanjutan, harus memanfaatkan buku fisik dan digital yang lebih banyak pilihan. Sekarang banyak platform yang menyediakan buku-buku gratis,” katanya. Misalnya, Kemendikbudristek menyediakan berbagai buku digital di platform Sistem Informasi Perbukuan Indonesia (SIBI) yang bisa diakses gratis oleh murid maupun guru. (ant)