Wahai Jawara dan Pendekar Banten,

Saya menulis surat ini bukan karena ingin didengar, tetapi karena hatiku bergemuruh mendengar rintihan tanah Banten yang terzalimi. saya tiada menjejakkan kaki di tanah ini kecuali karena suara hati yang memanggilku—teriakan sunyi dari sawah yang dirampas, ladang yang digusur, hingga sungai dan laut yang dijadikan milik segelintir orang.

Saya datang bukan untuk mencari ketenaran. saya hadir bukan untuk mengharapkan balasan. Setiap langkahku, setiap tetesan keringatku, hanya ditujukan untuk satu hal: ridho Allah SWT. Karena itu, saya tak pernah meminta imbalan apa pun selain doa dan dukungan dari kalian, saudaraku di tanah Banten.

Namun, sungguh saya tak pernah menyangka—di tengah perjuangan ini, saya berdiri sendirian. saya kira, semangat kalian masih sama seperti semangat para leluhur kita yang dahulu rela menukar nyawa demi menjaga martabat tanah ini.

Wahai rakyat Banten,

Apakah kalian rela melihat tanah leluhur dijajah? Apakah kalian diam saat tanah ini perlahan diambil tanpa rasa malu? Di mana semangat Sultan Ageng Tirtayasa yang mengalir dalam darah kalian? Di mana keberanian Syaikh Nawawi al-Bantani yang pernah menggegerkan dunia dengan ilmunya?

Saya hanya ingin mengingatkan, agar kelak anak cucu kalian tidak bertanya: "Apa yang kalian lakukan saat tanah kita dirampas?" Jangan biarkan mereka kecewa karena kita memilih diam saat kehormatan leluhur diinjak-injak.

Wahai Jawara! Wahai Pendekar Banten!

Bersatulah! Jangan biarkan tanah ini kehilangan jati dirinya. Jangan biarkan ketidakadilan menjadi pemandangan sehari-hari. Kita adalah pewaris semangat para pahlawan. Mari melawan ketidakadilan dengan keberanian, mari jaga tanah ini dengan sepenuh hati.

Allahu Akbar!

#BantenMelawan #JagaTanahLeluhur #BersamaUntukKeadilan #SuaraRakyatBanten #BangkitBanten