Gaya Hidup

Sebenarnya Pemerintah RI Ingin Rakyatnya Kecanduan Rokok atau Tidak?

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
25 Mei 2024 12:00
Sebenarnya Pemerintah RI Ingin Rakyatnya Kecanduan Rokok atau Tidak?
Kegiatan "Skrining Berhenti Merokok Sejak Dini" yang digelar tim Puskesmas Sukosari di SDK Petra Kota Madiun, Rabu (8 /3/2023) .

JAKARTA - Pakar Kesehatan Publik, drg. Laifa Annisa, menyarankan Pemerintah Indonesia untuk meniru pendekatan Eropa dalam menangani kecanduan merokok.

"Saya tahu di Belanda, misalnya, mereka memiliki klinik khusus untuk mengatasi kecanduan, termasuk merokok. Klinik-klinik ini memiliki program smoking cessation (upaya berhenti merokok) yang terstruktur, beberapa menggunakan produk alternatif sebagai instrumen," kata Laifa dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat.

Laifa menjelaskan di Belanda, pemerintah berusaha memanfaatkan berbagai medium untuk membantu penyembuhan kecanduan, termasuk menggunakan produk alternatif. Pendekatan ini bisa dijadikan pembelajaran untuk menciptakan program terstruktur yang menggunakan produk alternatif tembakau guna mengurangi jumlah perokok dewasa.

Meskipun demikian, masih ada tantangan dalam masyarakat. Sebuah riset terbaru dari IPSOS pada tahun 2023 menunjukkan sekitar 70 persen perokok di Indonesia menganggap vape sama atau lebih berbahaya daripada rokok konvensional. "Anggapan ini perlu diluruskan jika Indonesia ingin belajar dari negara lain untuk menurunkan prevalensi perokok," kata dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta itu.

Menurutnya, seruan untuk regulasi yang tepat bagi industri vape adalah peluang untuk kemajuan. Dengan transparansi, akuntabilitas, dan praktik yang bertanggung jawab, regulasi dapat meningkatkan standar kesehatan masyarakat sambil mendorong inovasi. Pakar Nikotin dan Kesehatan Publik, Dr. Karl Fagerstrom, sebelumnya menyatakan bahwa risiko produk rokok elektrik dan produk alternatif lainnya telah dibahas oleh ahli kesehatan internasional pada forum "No Smoke, Less Harm" pada 7 Mei 2024 di Stockholm, Swedia.

Fagerstrom menyampaikan Swedia adalah contoh sukses dalam penerapan produk alternatif tembakau sebagai bagian dari kampanye berhenti merokok. "Perbedaan antara rokok dan penggunaan produk tanpa asap sangat penting. Meskipun nikotin bersifat adiktif, tetapi tidak menyebabkan penyakit serius yang berhubungan dengan merokok," ujar Fagerstrom.

Dia menjelaskan temuan ini mendukung pergeseran fokus dari menghentikan nikotin sepenuhnya menjadi beralih ke alternatif yang kurang berbahaya bagi perokok yang tidak bisa berhenti sepenuhnya. Fagerstrom juga menyebutkan Swedia adalah contoh terbaik ketika produk tembakau tanpa asap diberikan ruang. Meskipun konsumsi nikotin di Swedia dan negara-negara Eropa lainnya hampir sama, tingkat kanker paru-paru di Swedia jauh lebih rendah sebesar 41 persen, dan kematian akibat tembakau juga lebih sedikit.

Hal ini terjadi karena warga Swedia menggunakan produk alternatif tembakau seperti kantung nikotin atau rokok elektrik. "Pengalaman di Swedia menunjukkan bahwa mengatasi misinformasi tentang nikotin di masyarakat dapat menghasilkan kebijakan kesehatan yang lebih melindungi masyarakat," kata Fagerstrom. (ant)
 
 


Berita Lainnya