Opini

Rocky Gerung Tidak Melanggar Hukum

Rizal Fadillah — Satu Indonesia
08 Agustus 2023 10:13
Rocky Gerung Tidak Melanggar Hukum

CERAMAH pada acara buruh di Bekasi yang kemudian dikenal publik dengan ‘bajingan tolol’ dan ‘bajingan pengecut’ ternyata menimbulkan reaksi. Rocky Gerung dilaporkan ke Polisi. Pro dan kontra muncul meski ruang politik sebenarnya lebih besar daripada ranah hukum. Status quo versus oposisi. Rocky memang cadas dan keren dalam menggerung. Refly Harun pun ikut ikutan dikaitkan. Ah ada ada saja. 

Di negeri yang sedang sakit memang segala kerasa. Orang senyum dianggap mengejek, berdehem dinilai melecehkan, batuk dipandang sebagai marah-marah. Nah, diusap untuk diobati dijawab dengan jeritan kesakitan. Dikira menganiaya. Di negeri sakit semua jadi serba salah. Mengajar kebaikan pun bisa dipersekusi. 

Rocky Gerung dengan ‘bajingan tolol’ dan ‘bajingan pengecut’ nya tidaklah dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. Persoalan maksimal hanya etika semata, itu pun harus dibaca dalam konteks kritik terhadap kebijakan Presiden Jokowi yang  dinilai telah  menjual kedaulatan negara Republik Indonesia kepada Republik Rakyat China ( RRC). 

Delik penghinaan kepada Presiden yang dilaporkan telah ditolak Mabes Polri. Ini dikarenakan kualifikasinya adalah delik aduan (klacht delict) yang kecil kemungkinan Presiden Jokowi menjadi pelapor. Pemaksaan pergeseran delik pun dilakukan dengan menarik UU No 1 tahun 1946 Pasal 14 dan atau 15. Soal penyebaran berita bohong. Bareskrim menarik 13 laporan dan pengaduan di berbagai wilayah kepolisian ke Mabes Polri. 

Mungkin yang dimaksud ‘kabar bohong’ itu adalah kalimat,”Ambisi Jokowi adalah mempertahankan legacy nya. Dia masih pergi ke China buat nawarin IKN. Dia masih mondar mandir dari satu koalisi ke koalisi yang lain untuk mencari kejelasan nasibnya. Dia tidak memikirkan nasib kita. Itu bajingan yang tolol".

Adakah kalimat tersebut melanggar hukum  dan memenuhi rumusan Pasal 14 atau 15 UU No 1 tahun 1946  ? Tentu tidak.  Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan Pasal 15 UU No 1 tahun 1946 itu memiliki 3 unsur yang mesti dipenuhi seluruhnya, yaitu : (i) menyiarkan atau menyebarkan (ii) berita bohong atau kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan tambahan atau dikurangi (iii) keonaran. 

Bahwa Jokowi ke China dan menawarkan IKN adalah fakta. Soal mondar mandir koalisi itu bisa fakta bisa opini atau persepsi tetapi tidak ada bohong. Ungkapan mempertahankan legacy hingga soal nasib, seluruhnya opini atau persepsi sehingga tidak ada fakta. Sedangkan dalam aspek hukum soal bohong itu harus ada fakta benar dahulu. 

Nah, fakta benar itu tidak ada atau tidak terbukti sehingga sampai kapanpun tidak akan ada bohong. Ucapan Rocky Gerung tidak melawan fakta benar. Hanya pendapat, persepsi atau opini. Dan untuk ini semestinya ia tidak bisa diadili. 

Demikian juga dengan ‘menimbulkan keonaran’ atau ‘onrust verwekken’. Hingga kini tidak ada batasan yang jelas menurut peraturan perundang-undangan. Dalam hukum pidana tanpa kejelasan batasan tentu tidak dapat dipidana. Jika tafsir menjadi bebas maka di samping melanggar asas keadilan juga membuka peluang bagi adanya rekayasa keonaran.

Apa yang diungkapkan Rocky Gerung dalam acara buruh di bekasi tidak memiliki dasar untuk dilaporkan ke pihak Kepolisian. Jika dilaporkan pun tidak layak diproses. Dan jika diproses juga tidak memenuhi unsur delik apapun. Yang terdekat adalah soal penghinaan dan hal itu sudah jauh-jauh ditepis. Jokowi tidak merasa terhina. 

Kini masalah itu sebenarnya bukan pada hukum tetapi politik. Artinya, kriminalisasi untuk kepentingan politik. Penguasa lawan rakyat atau pemerintah lawan pengkritik. (penulis adalah pemerhati politik dan kebangsaan) 


Berita Lainnya