Opini

Ramai Institusi Hukum Jadi Alat Politik

Muslim Arbi — Satu Indonesia
18 Juni 2023 21:40
Ramai Institusi Hukum Jadi Alat Politik
ALAT POLITIK - Muslim Arbi, direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu

PENEGAK hukum jadi alat politik, itu lah trend saat ini. Betapa tidak. Mahkamah Agung akan mengadili kasus PK Moeldoko. Mantan Panglima TNI di era SBY Presiden itu sedang berupaya untuk “mencopet” partai besutan suami Alm Anie Yudhoyono itu. 

Presiden Joko Widodo membiarkan Moeldoko lakukan tindakan membegal partai Demokrat. Publik menganggap Jokowi turut terlibat. Karena tidak ada sanksi terhadap Moeldoko. Padahal itu jelas merusak demokrasi dan konstitusi. 

KPK dan Kejaksaan Agung juga demikian. Atas nama penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, dua institusi itu terkesan menyasar kasus-kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh lawan politik kekuasaan. 

KPK dan Kejaksaan Agung terlihat hanya mengusut kasus-kasus di seputar menteri-menteri Partai Nasdem. Entahlah, apakah hanya karena Nasdem capreskan Anies Baswedan? Capres yang tidak disukai Istana. Padahal Rakyat sangat antusias sambut Anies di berbagai pelosok negeri. Karena dambakan perubahan dan persatuan. 

Publik membaca, KPK dan Kejaksaan Agung telah menjadi alat politik kekuasaan. Digunakan untuk hancurkan lawan-lawan politik penguasa saja. Kasus Harun Masiku, kasus laporan Ubedillah Badrun tentang KKN anak - anak Jokowi. Sampai saat ini tidak jelas pengusutannya oleh KPK. 

Warga Solo yang laporkan dugaan kasus-kasus korupsi Jokowi saat jabat walikota Solo, juga mangkrak di KPK.

Kasus-kasus Bansos yang dilakukan oleh Menteri PDIP, Jualiardi Batubara, hanya sampai di Mensosnya saja. Padahal ketika  publik tahu keterlibatan sejumlah kader PDIP seperti Herman Heri dan Ismail Yunus yang dipindahkan dari Komisi nya di DPR karena dianggap ikut bermain Bansos , tidak ditindak oleh KPK. 

Kasus e-KTP yang diusut oleh KPK di zaman Agus Raharjo berhenti hanya sampai di Setya Novanto, ketua umum Partai Golkar dan Ketua DPR saat itu. Sedangkan sejumlah kader dan pengurus elit PDIP yang nama-namanya dibacakan oleh Setya Novanto di depan Hakim., seperti Puan Maharani, Ganjar Pranowo, Pramono Anung, Olly Dondokambey tidak diusut oleh KPK hingga saat ini. 

Laporan publik tentang Dana PCR yang libatkan nama Luhut, Erick Thohir dan Boy Thohir, abangnya Meneg BUMN tidak disentuh oleh KPK. 

Saat ini adalah tahun politik.  Institusi hukum itu telah menjadi alat politik kekuasaan untuk menjatuhkan lawan politik dan melindungi para kader partai yang seharus nya diproses hukum secara adil. Namun tidak dilakukan.  Sama saja. Institusi Hukum saat ini telah tersandera oleh kekuasaan dan menjadi alat penekan dan bahkan penindas. 

Publik anggap Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sedang lakukan politik: Lindungi kawan dan hancurkan lawan dan institusi hukum seperti MA, KPK dan Kejaksaan Agung telah menjadi alat kekuasaan. Ini berbahaya bagi Bangsa dan Negara. Jika dilihat dari perspektif hukum, penegakkan hukum dan keadilan di negeri ini.  

Tindakan itu adalah pengrusakan institusi hukum dan institusi negara yang nyata. Dan itu menimbulkan rendah nya kepercayaan publik bahkan bikin mosi tidak percaya  terhadap institusi penegak hukum, akibat dari ambisi kekuasaan rezim  yang sedang berjalan saat ini. 

Rezim Jokowi dianggap menjerumuskan negara ke dalam kubangan kekuasaan yang merusak. Dan jika rakyat berbondong - bondong desak Jokowi dimakzulkan sangat beralasan. 

Karena Jokowi dianggap gagal tegakkan hukum, keadilan, merusak institusi hukum. Ya merusak negara dan Bangsa! (penulis adalah Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu)


Berita Lainnya