Opini
Skandal Pagar Laut Tangerang: Negara Takut Hadapi Aguan?
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.

TANGERANG – Hingga Kamis (13/03/2025), kasus dugaan mafia tanah di perairan Tangerang Utara yang melibatkan skandal pagar laut dan sertifikat laut masih belum menunjukkan perkembangan berarti. Setelah menetapkan Arsin dkk sebagai tersangka, Kepolisian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) seolah menganggap permasalahan selesai. Namun, publik bertanya-tanya: mengapa aktor utama dalam skema ini, Agung Sedayu Group milik Aguan, masih bebas berkeliaran?
Skandal ini diduga sebagai bagian dari strategi besar untuk mengamankan lahan reklamasi guna kepentingan properti dan industri skala besar. Dalang utamanya? Semua bukti mengarah pada Agung Sedayu Group. Namun hingga kini, hukum tampaknya hanya menjerat pihak-pihak kecil di level desa, sementara aktor besar di pemerintahan dan dunia usaha belum tersentuh.
Negara Kalah Melawan Aguan?
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR RI pada 4 Maret 2025, aktivis Banten, Mahesa al Bantani, melontarkan pernyataan mengejutkan. Ia meminta izin agar Banten dijadikan zona bebas hukum selama 48 jam untuk mengadili Aguan dan para pelindungnya. Pernyataan ini mencerminkan kegeraman rakyat terhadap dugaan permainan hukum yang berpihak pada korporasi besar.
Ada beberapa indikasi yang menguatkan dugaan bahwa negara justru melindungi Aguan dalam kasus ini:
Pembatasan Proses Hukum Hanya pada Arsin dkk
Aparat penegak hukum hanya menyeret Arsin dkk, seolah-olah mereka adalah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab. Padahal, skema kejahatan ini melibatkan birokrat, DPRD, BPN, dan kementerian terkait. Namun, semua pihak itu tetap bebas.
Sandiwara Nusron Wahid, Menteri ATR/BPN
Nusron Wahid seolah memberikan sanksi tegas dengan mencopot pejabat BPN, tetapi salah satu yang diturunkan jabatannya, JS, ternyata sudah pensiun. Ini dinilai hanya sebagai pengalihan isu.
Manipulasi oleh Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono
Menteri KKP langsung menempatkan Arsin dan staf desa sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pagar laut, sementara pelaku sesungguhnya seperti Mandor Memet, Eng Cun, dan Ali Hanafiah Lijaya, yang diduga merupakan orang kepercayaan Aguan, tetap tak tersentuh hukum.
Penggiringan Opini ‘Tanah Musnah’
Nusron Wahid dan Sakti Wahyu Trenggono kompak menggunakan istilah Tanah Musnah – narasi yang menyebutkan bahwa dulunya ada daratan yang hilang karena abrasi. Padahal, yang terjadi adalah pembuatan sertifikat fiktif atas tanah yang tidak pernah ada. Strategi ini diyakini sebagai cara untuk mengamankan hak reklamasi berdasarkan Pasal 66 PP No. 18 Tahun 2021.
Plin-Plan Soal Pencabutan Sertifikat Laut
Nusron Wahid berulang kali membuat pernyataan kontradiktif soal pencabutan 263 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di wilayah laut. Ini menimbulkan kecurigaan bahwa pencabutan tersebut hanya sandiwara untuk menenangkan publik.
Aguan Kebal Hukum? Rakyat Tuntut Keadilan!
Dengan berbagai kejanggalan ini, muncul pertanyaan besar: Apakah negara benar-benar kalah menghadapi Aguan? Jika aparat dan pejabat negara justru melindungi kepentingan korporasi besar, apakah salah jika rakyat menuntut hak mereka dengan cara lain? Permintaan 48 jam zona bebas hukum di Banten bukan sekadar emosi, tetapi bentuk perlawanan rakyat yang muak dengan ketidakadilan.
Penulis adalah Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
#MafiaTanah #PagarLaut #AguanKebalHukum #NegaraTakluk #Tangerang #ReklamasiIlegal