Opini

Skandal Pagar Laut PIK-2: Dugaan Skenario Penyelamatan Oligarki?

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.

Ahmad Khozinudin SH — Satu Indonesia
12 Februari 2025 07:00
Skandal Pagar Laut PIK-2: Dugaan Skenario Penyelamatan Oligarki?
Ilustrasi - Siteplan PIK 2 (Foto: Istimewa)

KETIKA saya menjadi salah satu narasumber di dialog Sindo Prime pada Selasa (11/2), Rofi'i Muchlis tampak begitu geram saat saya mempertanyakan posisinya dalam diskusi tersebut. Mengatasnamakan Ketua Barisan Ksatria Nusantara (BKN), ia terlihat lebih seperti pembela Aguan. Saat saya menghubungkan kasus pagar laut dengan Aguan, PIK-2, dan Agung Sedayu Group (ASG), reaksinya cukup mengejutkan.

"Kalau saya membela AGUAN, memangnya kenapa?" katanya dengan nada ketus.

Sebenarnya, saya tak mempermasalahkan jika Rofi'i membela Aguan. Dalam setiap konflik, pasti ada pihak yang membela kepentingan masing-masing. Namun, yang menjadi permasalahan adalah sikapnya yang seolah-olah netral, padahal pernyataannya kerap bertolak belakang.

Sebagai contoh, Rofi'i pernah menawarkan saya untuk bertemu dengan pihak PIK-2 guna memediasi dugaan perampasan lahan sawah dan tambak. Saya tentu menolak. Ketika saya tanyakan dasar hukumnya, ia terdiam. Jika benar-benar mewakili kepentingan Aguan, sebaiknya ia terbuka saja—mungkin lebih tepat jika disebut sebagai Ketua Barisan Ksatria Aguan (BKA) daripada memakai embel-embel "Nusantara" demi kepentingan kelompok tertentu.

Keanehan dalam Penyelidikan Pagar Laut
Dalam dialog Sindo Prime bertajuk "Pagar Laut Diusut, Siapa Tersangkut", saya menyoroti beberapa kejanggalan:

Kasus Pagar Laut Dilokalisir ke Desa Kohod
Bareskrim Polri menggeledah dan memeriksa Arsin, Kepala Desa Kohod, atas dugaan pemalsuan sertifikat laut. Namun, ini tidak ada kaitannya langsung dengan pagar laut. Hal ini mengonfirmasi dugaan saya bahwa kasus ini hanya akan dibatasi pada wilayah Desa Kohod dengan menjadikan Arsin sebagai kambing hitam.
Fakta Pagar Laut yang Terabaikan
Pagar laut sepanjang 30,16 km ini mencakup 16 desa di enam kecamatan di Kabupaten Tangerang:
Teluk Naga (Tj. Pasir, Tj. Burung)
Pakuhaji (Kohod, Sukahati, Kramat)
Sukadiri (Karang Serang)
Kemiri (Karang Anyar, Patramanggala, Lontar)
Mauk (Ketapang, Tj. Anom, Marga Mulya, Mauk Barat)
Kronjo (Muncung, Kronjo, Pagedangan Ilir)
Sampai saat ini, belum ada satupun pihak yang diperiksa terkait pagar laut. Sebaliknya, penyelidikan malah dialihkan ke pemalsuan sertifikat laut. Mengapa Bareskrim Polri tidak menelusuri siapa dalang utama di balik proyek pagar laut ini?


Mengapa Pasal Lingkungan Tidak Diterapkan?
Seharusnya, pagar laut ini bisa disidik menggunakan Pasal 98 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana 3-10 tahun dan denda Rp3-10 miliar. Bukannya hanya fokus pada pasal pemalsuan dokumen yang lebih ringan.
Dalang di Balik Pagar Laut
Jika polisi benar-benar ingin mengungkap kejahatan ini, mereka seharusnya menelusuri keterlibatan Agung Sedayu Group (PIK-2). Proyek pagar laut ini diduga kuat bertujuan untuk menguasai wilayah laut yang telah disertifikasi. Nama-nama seperti Mandor Memet, Eng Cun alias Gojali, dan Ali Hanafiah Lijaya patut ditelisik lebih dalam.

Jangan Biarkan Oligarki Lolos!
Jika hanya kasus sertifikat laut yang diproses tanpa mengusut pagar laut, maka ini membuka peluang bagi Agung Sedayu Group dan Aguan untuk lolos dari jerat hukum. Pola ini tampak jelas: mengorbankan pejabat desa dan BPN, sementara otak utama tetap bebas.

Apakah kita akan diam saja melihat skenario penyelamatan oligarki ini? Sudah saatnya rakyat bersuara agar kasus pagar laut ini diusut hingga ke akar-akarnya!

Penulis adalah: 
Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)


#PagarLaut #Tangerang #PIK2 #KasusPagarLaut #AgungSedayuGroup #LingkunganHidup #SaveLaut




Berita Lainnya