Opini

Sanksi Berat bagi Pejabat Pensiunan? Stand Up Comedy atau Reformasi BPN?

Ahmad Khozinudin, S.H. — Satu Indonesia
2 hours ago
Sanksi Berat bagi Pejabat Pensiunan? Stand Up Comedy atau Reformasi BPN?
Ahmad Khozinudin, S.H. Advokat [Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat/ TA-MOR PTR] (Foto: Istimewa)

BARU-BARU ini, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengumumkan sanksi berat bagi delapan pegawai yang terlibat dalam penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut Tangerang, Banten. Dari jumlah tersebut, enam pegawai dipecat dari jabatannya, sementara dua lainnya menerima sanksi serupa.

Sekilas, pengumuman ini seolah menjadi angin segar dalam upaya penegakan hukum dan pemberantasan mafia tanah. Namun, ketika menggali lebih dalam, ada satu kejanggalan yang cukup menggelitik: beberapa pejabat yang "disanksi berat" itu ternyata sudah pensiun!

Sanksi Berat atau Candaan Politik?
Seorang rekan dari Tangerang mengirim pesan yang cukup menyentil:

"Pejabat yang buat sertifikat tersebut sudah pensiun, apa maksud sanksi berat itu? Gunanya apa buat pejabat yang sudah purna? Masya Allah. Lah ini mah kaya polisi mau tangkap pelaku yang sedang sakaratul maut/mati."

Salah satu pejabat yang disebut menerima sanksi berat adalah JS alias Joko Susanto, eks Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Kabupaten Tangerang. Fakta menariknya, beliau sudah pensiun sejak Oktober 2024. Lantas, apa yang dicopot dari seorang yang sudah pensiun? Jabatan momong cucu?

Pak Menteri, ini rapat dengan DPR atau stand-up comedy?

Jika sanksi berat hanya sekadar pengumuman seremonial tanpa konsekuensi nyata, maka publik berhak bertanya: siapa sebenarnya yang sedang dilindungi dalam kasus ini?

Hanya 50 Sertifikat yang Dibatalkan, Kenapa?
Yang lebih membingungkan, dari total 263 SHGB dan 17 SHM yang diterbitkan di atas laut, Menteri ATR/BPN hanya membatalkan 50 sertifikat. Sisanya? Belum ada kepastian. Dalihnya, menunggu fatwa Mahkamah Agung (MA).

Sebagai informasi, berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021, sertifikat yang berumur di bawah 5 tahun bisa langsung dibatalkan oleh BPN tanpa harus meminta fatwa MA. Jadi, mengapa Menteri ATR/BPN tidak langsung membatalkan seluruh sertifikat tersebut?

Apakah ini bentuk upaya cuci tangan? Atau ada kepentingan yang lebih besar di balik kasus pagar laut ini?

Siapa yang Bertanggung Jawab?
Lebih dari sekadar pembatalan sertifikat, pertanyaan krusial yang hingga kini belum terjawab adalah: mengapa belum ada satupun orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini?

Jika benar ada penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan sertifikat ini, siapa yang bertanggung jawab? Apakah ada upaya terstruktur, sistematis, dan masif untuk menyelamatkan kepentingan oligarki?

Rakyat menunggu tindakan nyata, bukan sekadar gimmick pencitraan.

#BPN #MafiaTanah #PagarLaut #HukumTajamKeBawah #ReformasiAgrariaSekarang


Berita Lainnya