Opini

Revisi KUHAP: Mengakhiri Superioritas Penyidik dan Jaksa dalam Penahanan?

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.

Ahmad Khozinudin SH — Satu Indonesia
1 day ago
Revisi KUHAP: Mengakhiri Superioritas Penyidik dan Jaksa dalam Penahanan?
Ilustrasi - KUHAP yang akan di revisi (Foto: Istimewa)

SALAH satu problem mendasar dalam hukum acara pidana di Indonesia adalah subjektivitas aparat penegak hukum dalam menerapkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Pasal ini memberi wewenang bagi penyidik, penuntut umum, dan hakim untuk menahan seseorang hanya berdasarkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.

Masalahnya, ukuran objektif dari "kekhawatiran" ini tidak pernah jelas. Akibatnya, banyak tersangka yang sesungguhnya layak untuk mendapatkan penangguhan penahanan malah tetap dikurung tanpa alasan yang benar-benar kuat. Sementara itu, mereka yang punya akses dan pengaruh justru lebih mudah memperoleh kebebasan. Ini bukan sekadar masalah hukum, tetapi juga persoalan keadilan sosial!

Superioritas Aparat Penegak Hukum: Ketidakadilan yang Dilegalkan?
Praktik hukum acara yang berjalan selama ini seolah memberikan superioritas mutlak kepada penyidik dan jaksa dalam menentukan nasib tersangka. Ketidakadilan ini bisa dilihat dari dua aspek utama:

Penahanan Sepihak Tanpa Kontrol
Penyidik dan jaksa bisa begitu mudah menahan seseorang tanpa pengawasan atau mekanisme kontrol yang kuat. Dengan dalih kekhawatiran subjektif, aparat hukum seringkali memutuskan penahanan tanpa harus mempertanggungjawabkannya kepada pihak independen.
Permohonan Penangguhan yang Tak Pernah Dianggap Serius
Advokat sebagai bagian dari sistem peradilan pidana seharusnya memiliki peran yang setara dengan jaksa dan penyidik. Namun, realitasnya, permohonan penangguhan yang diajukan oleh advokat sering kali diabaikan begitu saja, meskipun sudah ada jaminan dari penasihat hukum bahwa tersangka tidak akan melarikan diri atau mengulangi perbuatannya.
Situasi ini jelas menunjukkan bahwa hukum acara yang ada saat ini masih cenderung memberikan wewenang mutlak kepada aparat, tanpa memberikan ruang perlindungan bagi hak-hak tersangka.

Revisi KUHAP: Wajibkah?
Saat ini, revisi KUHAP sedang dibahas di DPR. Ini menjadi momentum krusial untuk memastikan bahwa prinsip keadilan dan kepastian hukum benar-benar diterapkan dalam sistem peradilan pidana kita. Ada empat hal mendasar yang wajib dimasukkan dalam revisi ini:

Penerapan Prinsip Presumption of Innocence
Tersangka adalah warga negara yang belum terbukti bersalah hingga ada putusan hukum tetap. Oleh karena itu, prinsip praduga tak bersalah harus benar-benar dijamin dalam setiap tahapan proses hukum.
Batasan Objektif Penahanan
Penyidik, jaksa, dan hakim tetap harus memiliki wewenang melakukan penahanan, tetapi hanya jika ada bukti nyata bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi kejahatan. Tidak boleh lagi ada keputusan penahanan yang hanya berdasarkan kekhawatiran subjektif!
Advokat Harus Punya Hak Memperjuangkan Penangguhan Penahanan
Jika seorang advokat memberikan jaminan bahwa kliennya tidak akan melarikan diri, maka aparat hukum harus mempertimbangkan penangguhan secara serius. Penahanan tidak boleh lagi menjadi instrumen tekanan terhadap tersangka!
Kewajiban Aparat Mengabulkan Penangguhan Jika Syarat Dipenuhi
Jika jaminan penangguhan sudah diberikan oleh advokat, maka penyidik, jaksa, atau hakim tidak boleh menolak tanpa alasan yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan. Artinya, jika semua syarat telah terpenuhi, penangguhan penahanan harus menjadi kewajiban, bukan sekadar opsi!

Usulan Konkret untuk Revisi Pasal 31 KUHAP
Sebagai langkah konkret, revisi Pasal 31 KUHAP harus mencantumkan norma yang lebih tegas dan tidak multitafsir, misalnya:

Pasal 31
(1) Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.

(2) Dalam hal permintaan penangguhan penahanan diajukan oleh penasihat hukum (advokat), dengan jaminan bahwa tersangka tidak akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana, maka penyidik, penuntut umum, atau hakim wajib mengabulkan permohonan tersebut.

(3) Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat mencabut penangguhan penahanan apabila tersangka terbukti melanggar syarat-syarat yang telah ditetapkan.

Kesimpulan: Saatnya Mengakhiri Kesenjangan Keadilan!
Revisi KUHAP bukan sekadar soal teknis hukum, tetapi juga menyangkut masa depan keadilan pidana di Indonesia. Jika sistem ini terus memberikan superioritas kepada penyidik dan jaksa tanpa batasan yang jelas, maka keadilan hanya akan menjadi milik mereka yang kuat dan berkuasa.

Sudah waktunya Indonesia memiliki sistem hukum acara yang benar-benar berpihak pada keadilan, bukan sekadar alat legalisasi bagi superioritas aparat hukum!

Apa pendapat Anda? Sudah siapkah Indonesia untuk reformasi sistem penahanan dalam KUHAP? (mul)

Penulis adalah seorang advokat, aktivis sosial dan pemerhati politik

#RevisiKUHAPNow #PradugaTakBersalah #AdvokatVsJaksa #KeadilanUntukSemua #StopKetidakadilanHukum #KeadilanHukum #RevisiKUHAP #HakTersangka #AdvokatVsJaksa #PradugaTakBersalah


Berita Lainnya