Opini
Ramadhan sebagai Bulan Transformasi
Oleh: Shamsi Ali

TULISAN tentang Ramadhan dan Puasa sudah begitu banyak dengan cakupan bahasan dalam berbagai aspeknya. Mulai dari aspek teologis, ritual ubudiyah, hingga aspek psikologis, akhlak dan muamalah. Bahkan berbagai kajian juga tidak luput dari pembahasan tentang aspek keluarga, komunitas dan keumatan.
Jika kita kembali melihat ayat-ayat yang membahas tentang puasa dalam Al-Quran, surah Al-Baqarah ayat 183 hingga 187, akan didapati bahwa tujuan terpenting dari puasa adalah untuk mencapai ketakwaan. Taqwa adalah sebuah terminologi keagamaan yang terpenting dan menjadi kesimpulan dari seluruh keislaman seseorang. Dengan kata lain takwa itu menjadi tujuan dari semua rangkaian keislaman kita.
Istimewanya lagi bahwa ayat-ayat puasa semuanya diakhiri dengan fenomena hati dan kejiwaan. Tapi yang lebih menarik lagi kata “takwa” disebutkan dua kali. Pertama di ayat 183: لعلكم تتقون (agar kamu bertakwa). Lalu kedua pada ayat ke 187 diakhiri dengan: لعلهم يتقون (agar mereka bertakwa). Seolah ayat-ayat puasa itu dimulai dan diakhiri dengan urgensi ketakwaan.
Kata atau ekspresi “la’alla” dalam bahasa Arab dipahami dengan beberapa pemaknaan. Namun ada dua makna yang terutama. Kata la’alla bermakna kepastian dan jaminan. Namun kata ini juga bermakna semoga atau harapan. Jika kedua kata ini dirangkai dalam sebuah pemahaman utuh maka la’alla bermakna sebuah kepastian namun mengharuskan proses dan ikhtiar.
Yang perlu dipahami juga adalah bahwa kedua kata “taqwa” di atas didahului dengan kata “la’allakum tattaquun” atau “la’allahum yattaqun”. Kata “la’alla” dalam bahasa Al-Quran mengindikasikan dua hal. Satu, ada jaminan bahwa dengan puasa ketakwaan sebagai tujuan tertinggi puasa itu pasti akan tercapai. Dua, namun untuk tercapainya tingkatan ketakwaan itu diharuskan ada proses dan ikhtiar yang sungguh-sungguh. Menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan dengan kesungguhan hati, jiwa dan raga itulah yang mengantar kepada tingkatan ketakwaan.
Ramadhan sebagai bulan transformasi
Dengan pemahaman bahwa untuk tercapainya tujuan tertinggi puasa (ketakwaan) diperlukan proses dan ikhtiar yang sungguh-sungguh tadi saya kemudian memaknai kata takwa itu dengan “transformasi kehidupan”. Bahwa dengan puasa Ramadhan terjadi proses transformasi kehidupan dalam berbagai dimensinya. Dengan puasa terjadi perubahan mendasar atau transformasi dalam kehidupan manusia menjadi lebih baik sebagaimana makna ketakwaan itu sendiri.
Tentu kata kunci dari transformasi ini ada pada kata “shaum/siyam” yang pada kata Arab yang lain disebut “Al-imsak” atau menahan, mengekang, mengontrol, dan mengendalikan. Pada kata al-imsak inilah terpatri makna proses ikhtiar menuju kepada transformasi tadi. Karenanya puasa tidak hanya dipahami sebatas pemahaman fiqih dalam arti menahan makan dan minum serta hubungan suami istri. Tapi sesungguhnya dipahami sebagai “mujahadah menahan diri dari kecenderungan diperbudak oleh hawa nafsu duniawi” secara umum. S
Dengan Al-Imsak atau mujahadah menahan diri dari hawa nafsu manusia melakukan transformasi kehidupan. Sekali lagi keberhasilan manusia dalam transformasi kehidupan itulah sesungguhnya makna ketakwaan yang menjadi tujuan terpenting dari puasa di bulan Ramadhan.
Saya sebenarnya telah mencatat lebih dari 50 makna penting dari ketakwaan atau transformasi kehidupan di bulan Ramadhan. Pada catatan kali ini saya hanya menyampaikan sembilan bentuk transformasi (ketakwaan) yang akan terjadi di bulan Ramadhan.
Satu, transformasi hati.
Transformasi hati diartikan sebagai pembersihan hati dan soliditas iman. Bahwa dengan puasa hati kita semakin tersinarkan dan iman kita semakin kuat. Hanya dengan hati yang bersih iman akan tumbuh subur dan kuat. Dan dengan iman inilah kita akan jalani kehidupan dengan segala “up and down” di dalamnya.
Dua, transformasi pemikiran.
Saya tidak berbicara tentang ilmu dan pemikiran secara konvensional. Tapi yang saya maksud adalah perlunya kesadaran tentang hakikat kehidupan ini. Betapa banyak orang yang tidak memiliki pemikiran atau kesadaran tentang hakikat kehidupan; dari mana untuk apa dan kemana. Apa sesungguhnya tabiat dan kemana arah kehidupan ini. Ketika manusia tidak sadar tentang tabiat dan orientasi hidupnya maka terbebani dan lelah.
Tiga, transformasi ibadah.
Secara alami manusia membutuhkan ibadah. Ada dorongan batin untuk mengabdi kepada sosok yang lebih dari dirinya sendiri. Itu tabiat dasar manusia. Karenanya semua orang melakukan ibadah. Dan jika tidak memiliki petunjuk yang mereka akan beribadah secara salah. Di bulan Ramadhan memungkinkan untuk kita mentransformasi ibadah itu menjadi fondasi pengabdian. Melalui ragam ubudiyah hidup semakin terarah, baik pada aspek vertikal maupun pada aspek horizontal.
Empat, transformasi mentalitas
Mental manusia sesungguhnya sangat labil. Berbagai ayat dalam Al-Qur’an menggambarkan kelabilan mental manusia. Manusia itu cepat berkeluh kesah, tergesa-gesa, lemah, dan seterusnya. Semua penggambaran kelemahan manusia ini diakibatkan oleh mentalitas yang lemah. Disinilah puasa memiliki peranan penting dalam menempah mental manusia menjadi lebih solid. Bulan Ramadhan pun dikenal sebagai bulan sabar (syahrus sobar).
Lima, transformasi karakter
Mungkin tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pada aspek kehidupan dunia tujuan terpenting dari beragama dan beribadah adalah membangun karakter manusia yang lebih baik. Karakter ini lebih dikenal dalam bahasa agama dengan akhlak. Dengan agama dan ibadah karakter manusia lebih terbangun menjadi lebih baik dan indah. Karakter yang baik dan indah itu dikenal dengan husnul khuluq atau akhlak yang baik. Ibadah-ibadah yang dilakukan, termasuk puasa, yang tidak menjadikan pelakunya berkarakter lebih baik adalah ibadah (termasuk puasa) yang gagal.
Enam, transformasi kemanusiaan
Kemanusiaan dalam bahasa agama dikenal dengan kata “insaniah”. Manusia menjadi manusia karena insaniahnya. Dengan insaniah inilah seseorang akan memiliki rasa (sense) pertimbangan yang benar. Hilangnya kasih sayang dan rasa kemanusiaan (human sense) menjadikan manusia kehilangan jati diri sebagai manusia. Seseorang boleh saja berbentuk manusia. Tapi hakikatnya dia bukan manusia lagi. Penyebab terutama hilangnya insaniah adalah dorongan material yang kuat dalam diri manusia. Di sinilah puasa memainkan peranan krusial untuk mengembalikan insaniah (kemanusiaan) manusia.
Tujuh, transformasi fisik
Dalam menyikapi ibadah-ibadah yang kita lakukan seringkali aspek fisik tidak terhiraukan. Padahal semua ibadah dalam Islam memiliki nilai fisik dan material yang signifikan. Bahkan puasa secara khusus Rasulullah menyebutkan “berpuasalah niscaya kalian akan sehat”. Pernyataan Rasul ini dibuktikan oleh para ahli kesehatan modern bahwa puasa memainkan peranan dalam menyehatkan manusia, termasuk pada aspek fisiknya.
Delapan, transformasi keluarga
Dunia modern dengan kemajuan teknologi dan informasi, lebih khusus lagi dengan meledaknya sosial media yang hampir saja tidak terkontrol menjadikan hubungan antar manusia mengalami perubahan yang signifikan. Termasuk di dalamnya hubungan antar anggota keluarga. Dalam rumah tangga masing-masing sibuk dengan dunianya. Koneksi antar anggota keluarga mengalami gap yang besar. Karenanya bulan Ramadhan harus menjadi bulan untuk merajut kembali relasi antar anggota keluarga. Makan sahur, buka puasa bahkan ibadah bersama menjadi jalan untuk merajut kembali relasi keluarga itu.
Sembilan, transformasi keumatan
Bulan Ramadhan bukan hanya bulan ibadah individual. Tapi juga bulan di mana anggota komunitas dan umat membangun dan merajut ikatan keumatan dan ukhuwah yang lebih dekat. Al-Qur’an mengaitkan antara umat yang satu dan ibadah: “Katakan, sesungguhnya umat ini adalah umat yang satu dan Aku adalah Tuhanmu maka sembahlah”. Berbagai ibadah yang dilakukan selama Ramadhan seharusnya semakin membangun kedekatan ukhuwah dan persatuan keumatan itu.
Demikian sembilan transformasi yang seharusnya terjadi dengan puasa Ramadhan. Sekali lagi, ini saya simpulkan dari tujuan terutama puasa “la’allakum Tarquinia” atau tercapainya tingkat ketakwaan.
Selamat menjalankan ibadah puasa. Taqabbalallahu minna wa minkum!
Penulis adalah Direktur Jamaica Muslim Center & Presiden Nusantara Foundation