Opini
Penguasa dan Oligarki: Rakyat Kembali Ditinggalkan?
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.

LUKA rakyat akibat teriakan “Hidup Jokowi” masih menganga. Luka yang tak kunjung sembuh, berair dan bernanah. Harapan bahwa pemimpin berdiri di samping rakyat justru kembali dipatahkan. Alih-alih membela rakyat, kekuasaan malah bertekuk lutut pada oligarki.
Saat rakyat menuntut keadilan, Presiden terpilih Prabowo Subianto bukannya mengumumkan pembatalan proyek PSN PIK-2 dan Rempang Eco City—proyek yang mengusik hak-hak rakyat kecil—tetapi malah menggelar karpet merah di Istana untuk para taipan: Sugianto Kusuma alias Aguan, Anthony Salim, dan Tomy Winata. Rakyat yang berharap keadilan, lagi-lagi hanya menjadi penonton dari drama yang selalu sama: kekuasaan tunduk pada kapital.
Di Mana Suara Pembela Rakyat?
Dari kubu Prabowo, belum ada satu pun pernyataan yang membela rakyat. Tidak ada narasi tentang keberpihakan, tidak ada argumentasi yang menenangkan hati rakyat. Biasanya, mereka akan berkata: husnuzan saja, ini strategi, ini taktik, percayalah, Prabowo bersama rakyat. Namun, kali ini? Sunyi senyap. Bahkan, para aktivis yang kerap mengklaim pro-rakyat pun bungkam.
Rakyat Banten dan Rempang tidak butuh teori konspirasi. Dalam hukum Islam, keputusan diambil berdasarkan apa yang tampak: Nahnu Nahkumu bi Ad-Dhohiri. Fakta di depan mata tak bisa dibantah:
Teriakan “Hidup Jokowi” adalah bentuk pengkhianatan terhadap penderitaan rakyat.
Karpet merah untuk Aguan, Anthony Salim, dan Tomy Winata adalah bukti bahwa oligarki tetap berkuasa.
Proyek PIK-2 dan Rempang Eco City tidak pernah dibatalkan.
Pengusaha yang menzalimi rakyat justru diajak berdiskusi, sementara rakyat tetap terpinggirkan.
Politik yang Menggunakan Rakyat, Lalu Membuangnya
Setiap musim kampanye, rakyat dielu-elukan. Mereka disebut sebagai pemilik kedaulatan, pilar demokrasi, bagian dari perjuangan. Namun, setelah suara mereka dikantongi, realitas berubah. Rakyat hanya jadi alat politik, narasi yang dijual dalam pidato-pidato heroik, tanpa realisasi.
Di bulan Ramadhan ini, rakyat tidak hanya diuji untuk menahan lapar dan dahaga. Mereka juga dipaksa menahan perasaan marah dan kecewa. Sementara rakyat berjuang untuk bertahan hidup, para penguasa justru asyik berdiskusi dengan oligarki.
Indonesia dalam Cengkeraman Oligarki
Bumi, air, dan kekayaan alam yang seharusnya menjadi hak rakyat, kini sepenuhnya dikuasai segelintir orang. Oligarki menggerogoti negeri ini, mengubah sistem agar hanya melayani syahwat kekuasaan mereka. Kapitalisme rakus telah mengubah tanah air ini menjadi ladang eksploitasi.
Di tengah ketidakadilan ini, rakyat hanya bisa berdoa:
Ya Allah… kami rindu aturan-Mu ditegakkan.
Sebagaimana Rasulullah ﷺ menegakkan keadilan Islam, memberikan berkah bagi segenap rakyatnya. Sebagaimana Khalifah Abu Bakar RA, Umar RA, Utsman RA, dan Ali RA yang memimpin dengan adil, hingga bumi mengeluarkan berkahnya karena Ridho-Mu menyertainya.
Penulis adalah Penulis adalah Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
#Prabowo #Oligarki #Rempang #PIK2 #KeadilanUntukRakyat #HidupRakyat