Opini

Muhammadiyah dan Perlawanan terhadap Oligarki PIK-2: Saat Negara Absen, Rakyat Jadi Korban!

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.

Ahmad Khozinudin SH — Satu Indonesia
10 hours ago
Muhammadiyah dan Perlawanan terhadap Oligarki PIK-2: Saat Negara Absen, Rakyat Jadi Korban!
Pagar laut yang menjadi polemik dan kontroversi (Foto: Istimewa)

ALHAMDULILLAH, saya berkesempatan menghadiri acara buka bersama di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, pada Senin (17/03/25). Acara ini bukan sekadar ajang silaturahmi, tetapi juga panggung bagi rakyat yang dizalimi untuk bersuara. Hadir di antaranya tokoh-tokoh seperti Bang Edy Mulyadi, Mang Kholid Miqdar Nelayan Pontang, dan Bang Said Didu.

Dalam pembukaan acara, Prof. Dr. H. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum, yang hadir via Zoom, menegaskan bahwa advokasi atas kasus perampasan tanah rakyat Banten oleh proyek PIK-2 adalah tindakan resmi yang dilakukan oleh LBH AP Muhammadiyah sebagai representasi persyarikatan Muhammadiyah. Ini sekaligus membantah tudingan bahwa advokasi tersebut hanyalah gerakan individu tertentu. Muhammadiyah telah menegaskan bahwa ini adalah bagian dari dakwah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, sebuah panggilan moral dan keagamaan untuk melawan ketidakadilan!

Pancasila Sila Ke-5: Dari "Keadilan Sosial" Menjadi "Keadilan Sok Soal"
Ada satire tajam yang disampaikan mantan Ketua KPK, Prof. Busyro Muqoddas. Menurutnya, sila ke-5 Pancasila bukan lagi bermakna "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia," tetapi telah berubah menjadi "Keadilan Sok Soal" atau "Sok Sial". Frasa ini sangat menggambarkan kondisi rakyat saat ini, terutama mereka yang menjadi korban proyek PIK-2 milik taipan Aguan dan Anthony Salim.

Kisah-Kisah Tragis Korban PIK-2: Antara Pengusiran, Kriminalisasi, dan Pemaksaan
Dalam diskusi, beberapa korban proyek PIK-2 hadir dan menceritakan nasib tragis mereka. Dua di antaranya adalah Charlie Chandra dan Haji Fuad, yang menjadi korban langsung dari kerakusan oligarki.

Charlie Chandra: Tanah Dirampas, Ayah Terbuang, Difitnah, dan Dikriminalisasi
Charlie Chandra bercerita tentang tanahnya yang dirampas oleh Aguan. Akibat tekanan dan ancaman, ayahnya harus mengungsi ke Australia hingga wafat di negeri orang. Lebih menyakitkan lagi, ia difitnah dengan cara menyebarkan fotonya sebagai "DP 0" (down payment kosong) untuk merusak reputasi dan menekan psikologisnya. Tak hanya itu, restoran Padi-Padi miliknya, yang menjadi tempat healing masyarakat saat pandemi, juga dihancurkan secara sistematis. Mulanya, akses masuknya diportal dengan besi, lalu saat portal itu terbuka oleh orang tak dikenal, ia malah dituduh sebagai pelakunya dan dipenjara! Ini jelas kriminalisasi keji!

Haji Fuad: Dipaksa Jual Tanah Saat Sakit dan Tak Kunjung Dibayar
Lelaki 70 tahun asli Banten ini dipaksa menjual tanah seluas 200 hektar kepada Agung Sedayu Group saat ia tengah sakit dan diinfus di rumah sakit. Dalihnya, tanah itu dibutuhkan untuk proyek strategis nasional (PSN). Proses pelepasan hak ini dilakukan di bawah tekanan polisi bernama AKP Yan Hendra pada 14 April 2024. Ketika Haji Fuad menolak, ia dikriminalisasi dan dipenjara! Akhirnya, karena sakit dan tekanan luar biasa, keluarganya memohon agar ia dilepaskan, dengan syarat tanah itu harus dijual. Tragisnya, meskipun tanah telah diserahkan, hingga kini pembayaran tak kunjung dilakukan! Janji manis oligarki hanyalah kebohongan!

Ketika Negara Absen, Muhammadiyah Berdiri untuk Rakyat
Dalam kesempatan itu, saya menyampaikan tiga poin utama:

Bersyukur dan bangga bahwa Muhammadiyah secara resmi mengadvokasi rakyat Banten yang menjadi korban kezaliman proyek PIK-2. Ini menunjukkan bahwa ormas Islam masih memiliki nurani dan keberanian melawan oligarki.
Muhammadiyah berperan sebagai "orang tua rakyat" yang membela dan melindungi mereka saat negara absen. Saat rakyat merasa yatim piatu karena negara lebih berpihak kepada oligarki, Muhammadiyah hadir mengisi kekosongan itu.
Ormas Islam lain harus ikut berjuang! Jangan sampai slogan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar hanya sekadar retorika tanpa aksi nyata. Jika umat Islam bersatu, oligarki pasti bisa dikalahkan!
Akhirnya, perlu ditekankan bahwa kami tidak menolak pembangunan atau investasi. Namun, kami menolak perampasan tanah rakyat dengan kedok pembangunan dan investasi! Rakyat bukan sapi perah yang bisa diperah seenaknya oleh oligarki!

Sudah saatnya kita bersatu dan melawan! 

Penulis adalah Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)


#Muhammadiyah #AdvokasiTanahRakyat #Oligarki #PIK2 #KeadilanSosial #TanahUntukRakyat #StopPerampasanTanah


Berita Lainnya