Nasional

Kasus Pemerasan Oknum Polisi: Budaya atau Hilangnya Integritas?

Redaksi — Satu Indonesia
1 day ago
Kasus Pemerasan Oknum Polisi: Budaya atau Hilangnya Integritas?
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro diduga terlibat kasus pemerasan (Foto: Istimewa)

JAKARTA - Fenomena korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan bukanlah hal baru dalam sejarah Indonesia. Seperti yang ditulis oleh Raden Adipati Joyodiningrat ratusan tahun lalu, praktik pemerasan dan korupsi masih terjadi hingga saat ini, bahkan di institusi penegak hukum.

Baru-baru ini, Polda Metro Jaya mengungkap kasus pemerasan oleh empat oknum polisi terhadap anak bos Klinik Kesehatan Prodia dengan nominal mencapai Rp 20 miliar.

Empat Oknum Polisi Terlibat Pemerasan
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, menjelaskan bahwa empat anggota kepolisian yang diduga terlibat dalam kasus ini adalah:
AKBP Bintoro (mantan Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan)
AKBP Gogo Galesung (mantan Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan)
AKP Ahmad Zakaria (Kanit Resmob Polres Metro Jaksel)
 ND (Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel)

Keempatnya kini dalam pemeriksaan oleh Propam Polda Metro Jaya. Namun, sesuai dengan asas Presumption of Innocence, mereka tetap dianggap tidak bersalah hingga ada putusan pengadilan yang sah.

Modus Pemerasan di Lingkungan Kepolisian
Kasus ini mengingatkan publik pada peristiwa pemerasan oleh oknum polisi saat Konser Djakarta Warehouse Project (DWP) Desember 2024. Modus yang digunakan adalah mengancam penonton dengan tuduhan penyalahgunaan narkoba untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Hal ini memperkuat persepsi bahwa praktik pemerasan di kalangan aparat bukanlah kejadian yang langka, melainkan fenomena yang terus berulang.

Korupsi: Penyalahgunaan Kekuasaan untuk Keuntungan Pribadi
Menurut Bank Dunia (World Bank), korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi. Ada dua unsur utama dalam definisi ini:
Penyalahgunaan kekuasaan publik
Keuntungan pribadi yang merugikan pihak lain

Dalam kasus ini, oknum polisi memiliki surplus kekuasaan, sementara korban berada dalam posisi defisit kekuasaan, sehingga rentan menjadi target pemerasan.

Perlunya Transparansi dan Reformasi Aparat Penegak Hukum
Publik mengharapkan transparansi, profesionalisme, dan akuntabilitas dalam penanganan kasus ini. Pemerintah dan institusi hukum harus memastikan bahwa oknum yang terbukti bersalah diberikan sanksi tegas, sekaligus memperbaiki sistem agar kejadian serupa tidak terus berulang. (mul)


#KorupsiPolisi #PemerasanRp20M #HukumDanKeadilan #ReformasiPolisi #TransparansiHukum #KasusProdia #DWP2024 #BeritaTerkini #TrendingIndonesia


Berita Lainnya