Opini
Isra’ Mi’raj dan Realita Umat Part 3
SETELAH proses persiapan untuk perjalanan suci itu selesai dengan pembersihan dan memasukkan iman ke dadanya, Rasulullah SAW kini siap diberangkatkan. Riwayat menyebutkan bahwa seekor hewan atau dalam bahasa Arabnya “dabbah” didatangkan dari langit. Hewan ini disebutkan lebih kecil dari kuda dan lebih besar dari keledai. Berwarna putih bersih yang sangat indah dan mengagumkan.
Dabbah atau hewan ini dalam perjalanan sejarah di kemudian hari diekspresikan dalam bentuk imajinasi-imajinasi. Salah satunya digambarkan seperti kuda besar yang berkepala dengan tampakan wanita cantik. Penampakan seperti ini dalam cerita-cerita legenda karangan sebagian tentu bertujuan negatif. Mereka ingin menyampaikan bahwa Muhammad SAW itu selalu dikaitkan dengan wanita-wanita cantik. Dia adalah seorang womanizer.
Diceritakan dalam beberapa riwayat bahwa ketika Rasulullah akan menaiki punggungnya, hewan atau dabbah itu memberontak. Persis seperti seekor kuda yang akan dinaiki oleh seseorang yang asing padanya. Melihat itu Jibril menghardiknya dengan mengatakan: “celaka engkau. Tidakkah kamu tahu kalau yang akan menaikimu adalah Muhammad, Rasul yang mulia?”. Dia Pun menjadi tenang dan Rasulullah menaikinya dengan tenang pula.
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa perjalanan dari masjidil Haram pun dimulai. Disebutkan pula bahwa setiap dekapan kaki hewan atau dabbah itu sekitar sejauh pandangan manusia. Begitu cepat di luar kemampuan manusia menalarnya. Terlebih lagi jika hal itu dikembalikan pada konteks masa Rasulullah SAW.
Berbicara tentang hewan atau dabbah ini, kemudian menjadi populer juga dengan penyebutan “Buraq”. Menurut sebagian riwayat, Buraq adalah hewan yang memiliki sayap dan dapat bergerak sangat cepat, sehingga mampu menempuh jarak yang sangat jauh dalam waktu singkat. Kata "Buraq" sendiri berasal dari kata Arab "al-barq", yang berarti "kilat" atau "cahaya", karena kecepatannya yang seperti kilat.
Terlepas dari berbagai penafsiran tentang Buraq (Al-Buraq) itu, yang pasti Allah memberikan alat transportasi kepada nabiNya dalam perjalanan ini. Tentu disediakannya alat transportasi ini bukan tanpa makna. Karena sekiranya Allah berkehendak, tidakkah cukup bagiNya untuk memperjalankan hambaNya melalui kuasaNya “kun fayakun”?
Keputusan Ilahi memperjalankan hambaNya dengan alat transportasi “Buraq” merupakan pelajaran bahwa dunia akan memasuki era yang lebih kompleks. Dunia akan semakin mengglobal dan hubungan antar manusia akan semakin dekat. Salah satu hal yang secara mendasar diperlukan manusia di era global itu adalah alat transportasi yang canggih melalui eksplorasi keilmuan dan teknologi.
Dalam perspektif keimanan dan akidah tentu kita yakini bahwa Buraq ini adalah ciptaan Allah yang pastinya secara hakikat hanya Allah yang tahu. Karena memang peristiwa Isra dan Mi’raj adalah peristiwa yang bersentuhan secara dekat dengan keimanan. Juga karena memang dalam berbagai riwayat yang ada tidak dijelaskan secara rinci tentang apa itu “dabbah” atau Buraq yang menjadi alat transportasi Rasulullah di malam itu.
Namun jika kita mencoba menelusurinya dari perspektif ilmu pengetahuan, Buraq dapat dipahami secara metaforis atau simbolis. Ada beberapa kemungkinan penafsiran yang dapat disampaikan dalam hal ini. Tentu semua tafsiran ini hanyalah ikhtiar manusiawi untuk memahaminya. Sehingga semua tafsiran yang disampaikan tidak bisa menjadi dasar kebenaran dan keimanan.
Saya akan sampaikan sembilan penafsiran Al-Buraq dari perspektif filsafat dan keilmuan.
Satu, representasi kecepatan dan efisiensi. Buraq dapat diibaratkan sebagai simbol kecepatan dan efisiensi, karena kemampuannya menempuh jarak yang sangat jauh dalam waktu singkat.
Dua, menunjukkan konsep fisika. Dalam fisika, Buraq dapat dihubungkan dengan konsep kecepatan, energi, dan momentum.
Tiga, Buraq juga dapat dipahami sebagai representasi dari hewan yang memiliki kemampuan unik, seperti kecepatan dan kekuatan.
Empat, secara filosofis Buraq menjadi simbol perjalanan spiritual. Hal itu karena Buraq mengantar Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan Isra Mi'raj.
Lima, Buraq dapat dipahami sebagai representasi transendensi. Hal itu dikarenakan kemampuannya melintasi batas-batas fisik dan spiritual.
Enam, Buraq dapat dipahami sebagai penjelasan tentang konsep waktu dan ruang. Hal itu disimpulkan dari kemampuannya menempuh jarak yang sangat jauh dalam waktu singkat.
Tujuh, Buraq dapat dianggap sebagai simbol kekuatan batin, karena mengantar Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan spiritual.
Delapan, Buraq dapat diibaratkan sebagai representasi kemampuan manusia untuk mencapai tujuan yang tinggi dan melintasi batas-batas diri.
Sembilan, Buraq dapat menjadi motivasi dan inspirasi bagi manusia untuk mencapai tujuan dan pencapaian inovasi yang tinggi.
Namun sekali lagi semua penafsiran di atas adalah penafsiran-penafsiran yang bersifat relatif dan tidak bersifat mutlak. Kemutlakan selalu ada pada keyakinan kita tentang kemahabesaran Allah dalam memperjalankan hambaNya. Termasuk di dalamnya kekuasaan Allah dalam menyediakan alat transportasi dalam perjalanan itu yang berada di luar nalar manusia.
Artinya pemahaman akal manusia pada akhirnya harus tunduk pada penerimaan iman dan aqidah dalam memahaminya.
Bersambung!