Opini

Isra’ Mi’raj dan Realita Umat Part 2

Shamsi Ali — Satu Indonesia
28 Januari 2025 12:22
Isra’ Mi’raj dan Realita Umat Part 2
Imam Shamsi Ali Direktur Jamaica Muslim Center/Presiden Nusantara Foundation (Foto: Istimewa)

SEBELUM lanjut membicarakan peristiwa berikutnya, perlu disampaikan bahwa pada tataran akademis pembahasan tentang Isra’ Mi’raj memang agak dilemma. Pertama karena rincian peristiwa ini tercatat dalam banyak riwayat hadits dari minimal dua puluh orang sahabat. Di Kitab Al-Bukhari saja ada enam orang sahabat yang meriwayatkan peristiwa ini dengan riwayat yang cukup panjang. Bahkan sebagian besar hadits di periode Mekah itu berbicara tentang Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW.


Hal kedua yang perlu dicermati adalah bahwa hadits-hadits yang meriwayatkan peristiwa Isra Mi’raj itu ada yang berbeda dalam penyampaian cerita. Maka Ulama Islam kemudian memberikan arahan bahwa ketika ada perbedaan narasi (penyampaian) tentang peristiwa itu  maka cari yang paling autentik (sahih). Jika keduanya sama-sama dalam kesahihan maka usahakan dilakukan rekonsiliasi atau penafsiran yang bisa menghubungkan  keduanya.


Satu hal yang dinarasikan secara berbeda oleh Hadits adalah di mana Rasulullah berada di malam ketika akan terjadi peristiwa itu? Di satu riwayat disebutkan beliau berada di Hatim (populer dengan Hijir Ismail sekarang). Namun di riwayat lain disebutkan bahwa beliau sedang di rumah dan dalam situasi antara tidur dan terbangun. Para Ulama kemudian melakukan rekonsiliasi kedua hadits itu. Bahwa di malam itu Rasulullah berada di rumahnya dan dalam keadaan hampir tertidur, lalu Jibril datang mengangkatnya ke Hatim (Hijir Ismail) untuk melakukan proses selanjutnya. Jadi sesungguhnya kedua riwayat itu tidak bertentangan. Hanya perlu rekonsiliasi penafsiran.


Namun perlu diakui juga bahwa karena peristiwa Isra Mi’raj adalah peristiwa yang sangat bersifat personal pada diri Rasulullah SAW dan tidak ada orang ketiga yang terlibat (hanya Rasulullah dan Jibril) sehingga cerita-cerita yang sampai kepada para sahabat pastinya diterima secara berbeda-beda. Namun semua itu tidak mengurangi nilai kesahihan peristiwa itu karena sebelum berbicara tentang hadits kita diyakinkan oleh ayat-ayat Al-Qur’an. 


Jibril membelah dada Rasulullah SAW 


Hal pertama yang Jibril lakukan adalah membelah dada Rasulullah SAW. Pembelahan ini adalah yang kedua kalinya setelah pembelahan pertama ketika beliau masih diasuh oleh Ibu susuan beliau, Halimah As-Sa’diyah di kampung Bani Sa’ad. Walaupun ada cerita pembelahan di dua peristiwa lainnya, namun kedua pembelahan dada inilah yang paling masyhur dalam sejarah Islam. 


Menurut riwayat, Jibril membelah dada beliau dan kemudian membasuhnya dengan air zamzam. Dalam riwayat lain Jibril membelah dada beliau lalu memasukkan iman di dadanya (hatinya). Para Ulama kemudian mempertemukan tafsiran kedua tiwayat itu. Bahwa memang hati Rasulullah dibersihkan dengan air zamzam lalu diisi dengan keimanan. Karena iman hanya akan menempati tempat yang suci.


Pembelahan dan penyucian dada (hati) ini tentu memiliki makna filosofis yang dalam. Makna yang paling mendasar adalah bahwa Isra’ Mi’raj itu adalah perjalanan yang segala aspeknya terkait dengan kesucian. Dari tempat yang suci (Masjidil Haram di Mekah) ke tempat yang suci (Masjidil Aqsa di Yerusalem). Lalu dari dua kota suci itu menuju ke tempat ketinggian yang suci (Baitul Ma'mur) untuk menemui Dzat Yang Maha Suci (Al-Quddus). 


Selain itu Isra’ Mi’raj sesungguhnya juga menggambarkan perjalan hidup yang mencakup dua aspeknya. Aspek horizontal yang disimbolkan dengan  perjalanan dari Mekah ke Yerusalem. Dan aspek vertikal yang disimbolkan dengan perjalanan dari Yerusalem ke Sidratul Muntaha. Perjalanan hidup pada dua aspeknya itu tidak akan diterima dan berkah kecuali dilakukan  dengan fondasi hati yang bersih. Karenanya Al-Qur’an menggariskan: “beruntunglah dia yang mensucikan (hati)” (Al-a'la: 14). 


Perjalanan hidup manusia menuju destinasi akhir juga tak akan sukses kecuali dengan hati yang bersih. Apapun bentuk perjalanan itu jika tidak dilakukan dengan hati yang sehat (suci) maka akan mengalami kesia-siaan. Al-Quran menegaskan: “pada hari di mana harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali dia yang datang menghadap Allah dengan hati yang sehat (saliim)”. 


Bahkan Rasulullah pun menegaskan bahwa hidup manusia akan benar dan sehat hanya ketika manusia mampu merawat hatinya untuk senantiasa sehat dan bersih. “Sungguh pada tubuh ada segumpal darah. Jika segumpal darah itu baik maka baik seluruh anggota tubuhnya. Namun jika segumpal darah itu rusak maka rusak seluruh anggota tubuhnya. Itulah hati” (hadits).


Intinya Isra Mi’raj Rasulullah adalah perjalanan suci yang menggambarkan perjalanan hidup manusia secara menyeluruh. Mencakup seluruh pergerakan hidup manusia yang jika dijalani secara benar maka akan dipahami sebagai  pergerakan dari Masjid ke Masjid. Bahwa hidup manusia sesungguhnya adalah pergerakan dari satu bentuk ketaatan ke bentuk ketaatan yang lain (Masjid ke Masjid). Dari ketaatan secara ritual (Masjid) berpindah ketaatan lain pasar yang juga dimaknai masjid (tempat untuk taat). 


Dari perjalananan vertikal dengan ragam ibadah ritual menuju kepada perjalanan horizontal dengan ragam mu’amalat kehidupan duniawi. Semua itu hanya akan menjadi baik dan diterima ketika berlandaskan kepada hati yang “salim” (sehat dan suci). 


Itulah makna dari pembelahan dan pembersihan dada Rasulullah SAW sebelum diberangkatkan oleh Dia Yang Maha Suci dari tempat kesucian (Masjid) menuju tempat kesucian (masjid) untuk selanjutnya diangkat ke kesucian yang tinggi Baitul Ma'mur untuk bertemu dengan Dia Yang Maha Suci (Al-Quddus).


Dalam realita kehidupan tentu kita tidak akan mengalami pembelahan dada untuk mensucikan itu. Namun hati harus selalu dijaga dalam kesuciannya melalui ragam jalan yang Allah telah berikan kepada kita. Satu di antaranya adalah menjaga sholat dalam kekhusyukan yang maksimal. Khusyu’ dalam Sholat itu bagaikan sedang melakukan pembedahan hati membersihkannya dari ragam kotoran kehidupan. “Beruntunglah dia yang mensucikan (hati). Dan mengingat Tuhannya dan Sholat” (Al A’laa: 4-5). 


Rasulullah SAW menyampaikan: “Sholat lima waktu menghapus dosa-dosa bagaikan sungai yang mengalir di depan rumah salah seorang di antara kalian” (HR Muslim).


Ingat, perjalanan hidup ini akan sia-sia jika hati masih penuh dengan kotoran. Bersihkan demi keselamatan dalam perjalanan hidup menuju destinasi di kesucian tertinggi, ridho Allah SWT. Karena semua kita pada akhirnya berjalan menuju padaNya: “inna lillahi wa inna ilaihi rajiun”. 


(Bersambung…!)


Berita Lainnya