Opini

Demokrasi dalam Genggaman Elit: Saatnya Rakyat Bicara!

Catatan Ida N Kusdianti

Ida N Kusdianti — Satu Indonesia
11 Februari 2025 20:38
Demokrasi dalam Genggaman Elit: Saatnya Rakyat Bicara!
Ida N Kusdianti saat menghadiri audiensi dengan Tim Ahli Komisi II DPR RI (Foto: Istimewa)

REGULASI  yang seharusnya menjadi benteng keadilan kini semakin jauh dari jalur yang benar. Hegemoni ketua partai telah melampaui batas, mengendalikan para legislator yang semestinya loyal kepada rakyat, bukan kepada kepentingan elite politik. Demokrasi Pancasila yang menjadi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara kini kehilangan esensinya. Ketika anggota DPR tidak sejalan dengan keputusan ketua partai, mereka terancam tersingkir, menjadikan parlemen sebagai alat kepentingan oligarki.

Salah satu bentuk nyata dari distorsi demokrasi ini adalah Undang-Undang MD3 yang mengubah warna demokrasi menjadi otokrasi terselubung di bawah kendali pimpinan partai. Undang-undang ini telah menciptakan benteng kekebalan hukum bagi anggota DPR dengan mekanisme yang rumit, sehingga sulit bagi hukum untuk menyentuh mereka yang melakukan pelanggaran. Ini bukan lagi demokrasi untuk rakyat, melainkan demokrasi korporasi yang menguntungkan segelintir elite.

Undang-Undang MD3 juga mengandung pasal-pasal bermasalah, termasuk kriminalisasi terhadap kritik terhadap DPR dan prosedur perizinan yang berbelit dalam proses hukum terhadap anggota parlemen. Ini menandakan bahwa transparansi dan akuntabilitas telah dikorbankan demi kepentingan segelintir orang. Padahal, sejatinya, DPR adalah representasi rakyat, bukan perpanjangan tangan kepentingan ketua partai dan oligarki.

Suara Rakyat Harus Didengar!
Pada 10 Februari 2025, Forum Tanah Air (FTA) diundang oleh Tim Ahli Komisi II DPR RI untuk berdiskusi mengenai isu besar yang mengancam kedaulatan rakyat dan bangsa, yakni proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2). Saat ini, segala daya dan upaya kami kerahkan untuk memperjuangkan hak rakyat yang telah dirampas oleh para pengkhianat bangsa.

Kami menuntut hak rakyat untuk bicara langsung di hadapan DPR RI! Rakyat tidak bisa terus-menerus dibungkam oleh sistem yang memperkuat dominasi oligarki. Isu ini bukan hanya menyangkut satu atau dua daerah, tetapi seluruh wilayah pesisir Indonesia yang telah dipetakan sebagai lahan bisnis bagi segelintir penguasa ekonomi. Jika DPR benar-benar lembaga yang mewakili rakyat, maka saatnya bagi mereka untuk mendengarkan suara rakyat secara langsung.

Kami mendesak agar DPR membuka ruang bagi rakyat untuk menyampaikan realitas yang terjadi di lapangan. Rakyat yang selama ini mengalami intimidasi, teror, dan ancaman akibat PSN PIK 2 harus diberikan kesempatan untuk berbicara secara terbuka di Gedung Rakyat, tanpa ada distorsi atau manipulasi dari pihak-pihak berkepentingan. Ini bukan hoaks, ini fakta! DPR harus memilih, menjadi corong rakyat atau justru menjadi perpanjangan tangan pengkhianat bangsa.

Jika DPR tetap menutup telinga, maka rakyat akan turun ke jalan! Parlemen jalanan akan menjadi panggung bagi rakyat untuk menuntut hak dan kedaulatannya. Ingatlah, suara rakyat adalah suara kehidupan mereka. Dan ketika suara itu diabaikan, kemarahan rakyat adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari.

Kami tegaskan, sejengkal tanah sangat berarti bagi harga diri bangsa! Kami akan terus berjuang tanpa lelah, karena ini bukan sekadar pertarungan kepentingan, tetapi pertempuran demi kedaulatan bangsa. (Penulis adalah sekjen Forum Tanah Air)


Berita Lainnya