Opini

Banten dan Purnawirawan Jenderal: Perlawanan terhadap Ketidakadilan PIK-2

Ahmad Khozinudin SH — Satu Indonesia
7 hours ago
Banten dan Purnawirawan Jenderal: Perlawanan terhadap Ketidakadilan PIK-2
Saat penulis bersama Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal (mantan Denpom ABRI), Laksamana (Purn) TNI Slamet Soebijanto (mantan KSAL), dan Mayjen TNI (Purn) Soenarko (mantan Danjen Kopassus) (Foto: Istimewa)

KEMARIN, Jumat (28/02/25), penulis berkesempatan mendampingi para purnawirawan Jenderal TNI dalam kunjungan ke Kesultanan Banten. Rombongan ini terdiri dari tokoh-tokoh besar seperti Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal (mantan Denpom ABRI), Laksamana (Purn) TNI Slamet Soebijanto (mantan KSAL), dan Mayjen TNI (Purn) Soenarko (mantan Danjen Kopassus). Sedianya, Letjen (Purn) TNI Soeharto juga turut serta, namun berhalangan hadir.

Tak hanya itu, sejumlah aktivis Banten yang gigih membela tanah leluhur dari keserakahan proyek PIK-2 juga ikut serta. Meskipun beberapa berhalangan hadir, Ustadz Iwan Darmawan, Haji Komar, dan aktivis lainnya turut mendampingi.

Kami mengawali kunjungan dengan melaksanakan shalat Jumat di Masjid Agung Kesultanan Banten, sebelum kemudian bertemu KH Tb Fathul Adzim Khatib. Diskusi pun mengalir, membahas sejarah perjuangan KH Ahmad Khatib serta relevansinya dalam perjuangan rakyat Banten hari ini.

Perlawanan Rakyat Banten Melawan Keserakahan Proyek PIK-2
Dalam pertemuan ini, kami menyampaikan perkembangan terbaru terkait gugatan terhadap para taipan raksasa seperti Aguan dan Anthony Salim. Mediasi gagal total akibat ketidakhadiran tergugat, dan kini sidang pokok perkara dijadwalkan pada Senin, 10 Maret 2025. Ini adalah momentum penting bagi rakyat Banten untuk menuntut keadilan atas tanah dan laut yang dirampas tanpa ampun.

Bukti semakin menguat bahwa proyek PIK-2 bukan sekadar bisnis properti, tetapi simbol kerakusan dan ketidakadilan yang menghancurkan kehidupan masyarakat pesisir. Kasus pagar laut dan sertifikat laut di Desa Kohod adalah contoh nyata. Ironisnya, kasus ini justru dilokalisir pada individu seperti Arsin (Kades Kohod) dan Tarsin (staf desa), sementara dalang sesungguhnya—para pengembang besar—terus dilindungi.


Negara Diam, Rakyat Jadi Yatim
Rakyat Banten kini seperti anak yatim, ditinggalkan oleh negara yang seharusnya melindungi mereka. Bagaimana mungkin instrumen hukum dan institusi negara gagal membela rakyat, tetapi begitu cepat mengakomodasi kepentingan konglomerat?

Kami mengungkap fakta bahwa pelaku pagar laut sebenarnya adalah Mandor Memet, Eng Cun alias Gojali, dan Ali Hanafiah Lijaya. Mereka berkoordinasi dengan 16 kepala desa di enam kecamatan di Kabupaten Tangerang serta beberapa desa di Kabupaten Serang. Namun, justru hanya individu kecil yang dikorbankan, sementara pemilik proyek PIK-2 tetap aman tanpa tersentuh hukum.

Apakah keadilan hanya berlaku bagi mereka yang memiliki modal besar?

Perlawanan terhadap proyek PIK-2 bukan sekadar perjuangan tanah, tetapi pertarungan martabat rakyat Banten. Jika negara terus bungkam, maka sejarah akan mencatat bahwa rakyat Banten tak akan tinggal diam.

Penulis adalah Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)


#BantenBersatu #LawanKetidakadilan #StopPerampasanTanah #TolakPIK2 #KeadilanUntukBanten #PIK2MerampasTanahRakyat #BantenMelawanKolonialismeModern


Berita Lainnya