Otomotif

Tarik Ulur Wacana Insentif Mobil Hybrid

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
31 Agustus 2024 10:30
Tarik Ulur Wacana Insentif Mobil Hybrid
Ilustrasi - Emblem "hybrid" pada mobil Suzuki Grand Vitara yang dipamerkan di ajang otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024, di ICE BSD City, Tangerang, Banten, Sabtu (27/7/2024). ANTARA/Pamela Sakina/aa.

JAKARTA - Gaikindo sejalan dengan pandangan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang baru-baru ini mengusulkan agar mobil hybrid juga mendapatkan insentif dari pemerintah, meskipun besarannya tidak setinggi insentif untuk mobil listrik murni (Battery Electric Vehicle/BEV).

“Kami sepakat bahwa mobil hybrid sebaiknya juga mendapat insentif, walaupun tidak sebesar insentif untuk mobil listrik penuh,” kata Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto di Jakarta.

Jongkie berpendapat bahwa mobil hybrid layak mendapatkan insentif karena memiliki efisiensi bahan bakar yang lebih baik dibandingkan dengan mobil konvensional yang menggunakan mesin pembakaran internal (Internal Combustion Engine/ICE).

Dengan kombinasi mesin ICE dan motor listrik, mobil hybrid mampu mengurangi konsumsi bahan bakar secara signifikan, yang tidak hanya menghemat biaya bagi konsumen, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Efisiensi ini juga berperan dalam mengurangi emisi gas buang, menjadikan mobil hybrid sebagai opsi yang lebih ramah lingkungan dan mendukung pemerintah dalam mencapai target nol emisi pada tahun 2030.

Selain itu, menurut Jongkie, mobil hybrid menghasilkan polusi yang lebih rendah karena mesin ICE-nya jarang digunakan. Sebagian besar penggerak dilakukan oleh motor listrik, terutama pada kecepatan rendah atau saat berhenti, sehingga emisi yang dihasilkan jauh lebih rendah dibandingkan dengan mobil berbahan bakar fosil.

Keunggulan ini menjadikan mobil hybrid sebagai pilihan ideal untuk kota-kota besar yang memiliki tingkat polusi tinggi.

“Mobil hybrid sudah sangat hemat bahan bakar, polusinya rendah karena mesin ICE jarang beroperasi, dan bisa langsung digunakan,” ujar Jongkie.

Salah satu keunggulan utama mobil hybrid dibandingkan dengan mobil listrik penuh adalah kemampuannya untuk langsung beroperasi tanpa memerlukan infrastruktur stasiun pengisian daya. Mobil hybrid tidak membutuhkan pengisian daya eksternal karena baterainya terisi secara otomatis saat mobil beroperasi.

Hal ini membuatnya lebih praktis dan mudah diadopsi oleh masyarakat, terutama di daerah yang belum memiliki infrastruktur pengisian daya yang memadai.

Dari segi biaya, produksi mobil hybrid juga lebih terjangkau dibandingkan dengan mobil listrik penuh, sehingga harganya lebih dapat dijangkau oleh masyarakat.

Dengan biaya yang lebih rendah dan manfaat yang signifikan, Jongkie menambahkan bahwa pemberian insentif untuk mobil hybrid dapat mendorong adopsi kendaraan ramah lingkungan di kalangan masyarakat luas.

“Mobil hybrid tidak memerlukan infrastruktur stasiun pengisian daya (SPKLU), biaya produksinya juga lebih murah dibandingkan dengan mobil listrik, sehingga lebih terjangkau bagi masyarakat luas,” tambahnya.

Meskipun perhatian terhadap mobil ramah lingkungan semakin meningkat, khususnya mobil hybrid yang semakin diminati karena efisiensi dan kepraktisannya, hingga saat ini insentif untuk mobil hybrid belum diberikan dengan berbagai pertimbangan.

Pada awal Agustus lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa tidak akan ada kebijakan baru untuk sektor otomotif pada tahun ini.

Dengan tidak adanya perubahan kebijakan, pemerintah juga tidak akan mengeluarkan insentif untuk kendaraan hybrid di Indonesia.

Saat ini, mobil hybrid dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 6-12 persen. Hal ini berbeda dengan BEV yang mendapatkan berbagai fasilitas, termasuk PPnBM 0 persen hingga PPN ditanggung pemerintah (DTP).

Fasilitas PPN DTP ini diberikan khusus untuk mobil listrik dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen. Adapun besaran PPN DTP yang diberikan adalah sebesar 10 persen.

Dengan fasilitas ini, PPN yang dikenakan untuk penyerahan mobil listrik dengan TKDN minimal 40 persen hanya sebesar 1 persen. Fasilitas PPN DTP ini berlaku untuk masa pajak dari Januari hingga Desember 2024. (ant)


Berita Lainnya