Nasional

Menkumham Wariskan Sederet Pesoalan HAM Berat Ini ke Pemerintahan Prabowo-Gibran

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
21 Mei 2024 13:30
Menkumham Wariskan Sederet Pesoalan HAM Berat Ini ke Pemerintahan Prabowo-Gibran
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly (tengah) saat ditemui usai acara pembukaan Rapat Kerja Program Pemajuan dan Penegakan HAM di Jakarta, Senin (20/05/2024).

JAKARTA -  Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly berharap agar 11 rekomendasi dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) terkait pelanggaran HAM berat yang diberikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa diteruskan oleh pemerintahan baru.

Yasonna menekankan penyelesaian rekomendasi PPHAM bukanlah program satu tahun, melainkan program berkelanjutan. Saat melakukan kunjungan ke Belanda dan Ceko, ia menjelaskan bahwa penyelesaian ini merupakan komitmen jangka panjang.

"Kami harapkan pemerintahan selanjutnya melanjutkan dan meneruskan rekomendasi ini," ujar Yasonna saat ditemui usai acara pembukaan Rapat Kerja Program Pemajuan dan Penegakan HAM di Jakarta, Senin.

Pada awal Januari 2023, Tim PPHAM memberikan 11 rekomendasi kepada Presiden Jokowi terkait penyelesaian pelanggaran HAM berat. Rekomendasi tersebut meliputi:
Menyampaikan pengakuan dan penyesalan atas terjadinya pelanggaran HAM yang berat di masa lalu.
Menyusun ulang sejarah dan merumuskan peristiwa sebagai narasi sejarah resmi yang berimbang, mempertimbangkan hak-hak korban.
Memulihkan hak-hak para korban peristiwa pelanggaran HAM berat lainnya yang tidak tercakup dalam mandat Tim PPHAM.
Melakukan pendataan ulang korban.
Memulihkan hak korban dalam dua kategori: hak konstitusional sebagai korban dan hak-hak sebagai warga negara.
Memperkuat pemulihan korban dan penguatan kohesi bangsa dengan upaya alternatif harmonisasi kultural.
Mensosialisasikan ulang kepada korban dan masyarakat secara luas.
Membuat kebijakan negara untuk menjamin tidak berulangnya pelanggaran HAM berat melalui kampanye kesadaran publik, pendampingan masyarakat, dan reformasi struktural dan kultural di TNI/Polri.
Membangun memorabilia berbasis dokumen sejarah yang memadai untuk memperingatkan agar kejadian serupa tidak terulang.
Melakukan pelembagaan dan instrumentasi HAM melalui ratifikasi instrumen internasional, amandemen peraturan, dan pengesahan undang-undang baru.
Membangun mekanisme untuk menjalankan dan mengawasi implementasi rekomendasi.


Presiden Jokowi, pada awal tahun lalu, menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam sedikitnya 12 peristiwa di masa lalu, yaitu:
Peristiwa 1965-1966
Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
Peristiwa Talangsari di Lampung 1989
Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989
Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999
Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999
Peristiwa Wasior Papua 2001-2002
Peristiwa Wamena Papua 2003
Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.
Yasonna berharap pemerintahan selanjutnya dapat melanjutkan komitmen ini untuk menyelesaikan rekomendasi yang telah diberikan.
 


Berita Lainnya