Nasional
IPW Sebut Kekerasan Anggota Polri Tergantung dari Pimpinan
JAKARTA - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyatakan pencegahan terhadap kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh anggota Polri akan sulit dilakukan jika pengawasan melekat oleh pimpinan tidak berjalan dengan baik.
Kapolri telah memberikan arahan kepada kapolda di seluruh Indonesia untuk melakukan pencegahan sesuai dengan Surat Telegram Kapolri bernomor ST/2162/X/HUK.2.8./2021 tertanggal 18 Oktober 2021. "Upaya pencegahan ini akan sia-sia jika pengawasan melekat (waskat) oleh atasan langsung tidak berjalan," kata Sugeng dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Pada usia 78 tahun, IPW mencatat adanya masalah internal yang membuat reformasi kultural di tubuh Polri belum menunjukkan kemajuan besar. Hal ini terlihat dari masih adanya pendekatan kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri terhadap masyarakat, tindakan sewenang-wenang, arogansi, menyakiti hati rakyat, dan mempertontonkan kemewahan kepada publik.
Sebagai contoh, ketika Polri berkomitmen mengawal investasi sesuai perintah Presiden Joko Widodo, hal ini seringkali membuat Polri bertindak berlebihan, represif, dan berpotensi melanggar hak asasi manusia. Sugeng menambahkan ke depannya perlu ada peraturan kepolisian yang berlandaskan pada prinsip polisi sipil yang demokratis dan menghormati HAM, baik itu melalui Peraturan Polri atau Peraturan Kapolri.
"Selama aturan pengawalan investasi belum ada, akan terjadi bentrokan antara aparat kepolisian dengan masyarakat melalui cara-cara kekerasan," katanya. Ia mencontohkan kasus Wadas, Rempang, serta perusahaan-perusahaan pertambangan dan perkebunan. Dalam kasus Wadas, Komnas HAM menemukan bahwa Polda Jateng menggunakan kekuatan berlebihan saat menangkap warga, mengakibatkan puluhan warga terluka dan 67 orang dibawa ke Polres Purworejo. Begitu juga di Rempang, Komnas HAM menemukan indikasi pelanggaran HAM dalam kericuhan di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Pendekatan kekerasan terbaru oleh anggota Polri adalah kematian Afif Maulana, seorang pelajar SMP di Kota Padang. Kasus ini mencuat setelah viral di media sosial, menyebabkan 17 anggota Ditsabhara Polda Sumatera Barat diperiksa. Namun, kasus kematian Afif ditutup oleh Kapolda Sumbar Irjen Polisi Suharyono pada konferensi pers Minggu, 30 Juni 2024, dengan alasan Afif meninggal karena melompat ke sungai, sementara 17 anggota Ditsabhara Polda Sumbar akan disidang etik karena pelanggaran SOP.
"Pendekatan kekerasan, tindakan sewenang-wenang, arogansi, dan menyakiti hati rakyat sangat berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap Polri," kata Sugeng. Namun, pada HUT Ke-78 Bhayangkara, Polri di bawah komando Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo telah mencatat prestasi terbaiknya di akhir Grand Strategi Polri 2005-2025. Kepercayaan publik terhadap Polri, berdasarkan survei Litbang Kompas, mencapai 73 persen.
"Keberhasilan ini harus dijadikan cermin oleh pimpinan Polri ke depan," kata Sugeng. (ant)