Nasional
Sering Dipanggil KPK, Hasto Sebut Tak Pengaruh di Pilkada
Bogor, 23/7 (ANTARA) - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menegaskan pemanggilan dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan mempengaruhi proses Pilkada Serentak 2024.
Hasto telah dipanggil KPK dua kali sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku (HM), serta kasus dugaan korupsi pembangunan dan perawatan jalur kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA), Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Itu mungkin upaya dari pihak lain untuk mengaitkan, namun bagi kami, ini tidak akan mempengaruhi proses Pilkada. Ini merupakan bagian dari ujian bagi partai, dan kami tetap berpegang pada nilai ideologi, moral, dan etika dalam berpartai," ujar Hasto di Bogor, Jawa Barat, pada Selasa. Hasto berkomitmen untuk memenuhi setiap panggilan yang ditujukan kepadanya dan menegaskan bahwa ia tidak memiliki hubungan dengan perusahaan kereta api karena bukan merupakan konsultan di sana.
"Profesi saya sebelum bergabung dengan partai adalah konsultan, dan saya akan memenuhi panggilan tersebut," tegasnya. Sebelumnya, pada Jumat (19/7/2024), Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan bahwa Hasto dipanggil sebagai konsultan, bukan sebagai petinggi partai politik.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, atas nama Hasto Kristiyanto, Konsultan," ujar Tessa dalam keterangannya kepada wartawan pada Jumat. Tessa menambahkan bahwa kasus ini berlokasi di Jawa Timur, namun belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai saksi yang akan dimintai keterangan.
Saat ini, KPK sedang menyelidiki kasus dugaan korupsi terkait pembangunan dan perawatan jalur kereta api di DJKA, Kementerian Perhubungan. Kasus ini melibatkan dugaan korupsi di berbagai lokasi pembangunan jalur kereta, termasuk di Jawa Bagian Tengah, Bagian Barat, Bagian Timur, Sumatera, dan Sulawesi.
Kasus ini bermula dari perkara PT Istana Putra Agung (IPA) yang melibatkan Dion Renato Sugiarto, yang diduga menyuap pejabat di Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Semarang, Bernard Hasibuan, dan Kepala BTP Kelas 1 Semarang, Putu Sumarjaya. Korupsi ini berkembang hingga melibatkan proyek-proyek di Jawa Barat, Sumatera, dan Sulawesi, dengan nilai suap yang bervariasi, mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah. (ant)