Nasional

MK Kabulkan Gugatan tentang TNI/Polri Tak Netral, Simak Sanksinya yang Tergolong ”Ramah”

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
17 November 2024 16:00
MK Kabulkan Gugatan tentang TNI/Polri Tak Netral, Simak Sanksinya yang Tergolong ”Ramah”
Ilustrasi pasukan TNI Polri

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang (UU) Pilkada Nomor 1 Tahun 2015 yang mengatur sanksi bagi anggota TNI dan Polri yang terlibat dalam politik praktis. Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, menyatakan  pihaknya tengah mengkaji implikasi putusan tersebut untuk menyesuaikan pengawasan terkait netralitas TNI-Polri.

"Kami akan melihat kembali isi putusan MK terkait pilkada ini," ujar Bagja dalam acara Deklarasi Kampanye Pilkada Damai di Gedung Bawaslu RI, Minggu (17/11/2024). Bagja juga mengungkapkan Bawaslu telah mengirim surat kepada TNI dan Polri untuk mendiskusikan dampak putusan MK ini.

Penambahan Frasa TNI-Polri dalam UU Pilkada

Putusan MK terkait permohonan nomor 136/PUU-XXII/2024 menambahkan frasa "TNI/Polri" dan "pejabat daerah" dalam Pasal 188 UU Pilkada. Sebelumnya, pasal tersebut hanya mengatur sanksi untuk pejabat negara, aparatur sipil negara, serta kepala desa atau lurah yang melanggar Pasal 71.

Dengan revisi ini, anggota TNI-Polri dan pejabat daerah yang membuat kebijakan untuk menguntungkan salah satu pasangan calon kepala daerah dapat dikenakan pidana. Sanksi yang diatur meliputi hukuman penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 6 bulan, serta denda antara Rp600.000 hingga Rp6 juta.

Ketua MK, Suhartoyo, dalam persidangan pada Kamis (14/11/2024), menyampaikan Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 dianggap tidak memiliki kekuatan hukum mengikat apabila tidak mencantumkan TNI-Polri dan pejabat daerah sebagai objek sanksi pidana.

"Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI-Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan, dan/atau denda paling sedikit Rp600.000 atau paling banyak Rp6 juta."

Dengan putusan ini, MK menegaskan pentingnya netralitas institusi negara dalam proses demokrasi, khususnya selama penyelenggaraan pilkada. (dan)


Berita Lainnya