Nasional

Mengejutkan! Suhartoyo Sebut Permohonan Uji UU Tapera Prematur

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
24 Juli 2024 14:00
Mengejutkan! Suhartoyo Sebut Permohonan Uji UU Tapera Prematur
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) memimpin sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 76/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (23/7/2024).

JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menyatakan bahwa dalam kasus pengujian undang-undang yang belum berlaku, MK cenderung menyatakan permohonan tersebut sebagai prematur.

"Jika undang-undang yang belum berlaku diuji, MK biasanya menyatakan permohonan tersebut prematur," kata Suhartoyo saat memberikan nasihat kepada kuasa hukum pemohon uji materi Undang-Undang Tapera di Ruang Sidang Panel MK, Jakarta, Selasa. Suhartoyo memberikan contoh putusan MK terkait uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang diketahui belum berlaku saat ini.

Ia menjelaskan bahwa pengujian norma undang-undang yang belum berlaku dianggap terlalu dini atau prematur, karena belum terpenuhinya syarat sebab akibat (causal verband) terkait kerugian konstitusional para pemohon yang disebabkan oleh berlakunya norma undang-undang yang diuji. "Untuk menguji kerugian hak konstitusional, harus ada anggapan kerugian yang timbul dari berlakunya norma undang-undang. Jika undang-undangnya belum berlaku, syarat ini belum terpenuhi," kata Suhartoyo.

Ia menambahkan bahwa jika pemohon mendalilkan adanya kerugian hak konstitusional yang potensial, undang-undang yang diuji harus sudah berlaku. Pemohon dalam Perkara Nomor 76/PUU-XXII/2024 menguji Undang-Undang Tapera yang direncanakan mulai berlaku pada tahun 2027. "Perlu dicermati apakah mau menunggu hingga 2027 atau melanjutkan sekarang. Silakan didiskusikan lagi dengan prinsipal," kata Suhartoyo.

Namun demikian, Suhartoyo mempersilakan pemohon dan kuasa hukum untuk melanjutkan permohonannya dengan menawarkan argumentasi hukum yang komprehensif. "Jika kuasa hukum atau prinsipal punya argumen lain, doktrin, teori, atau asas yang dapat men-challenge pendirian MK, silakan. MK bisa saja bergeser dengan argumentasi yang komprehensif," tuturnya.

Permohonan diajukan oleh Bansawan, seorang pekerja lepas (freelancer), yang menggugat Pasal 1 angka 3 dan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) karena dianggap melanggar hak konstitusional jika diberlakukan. Menurut pemohon, uang hasil kerjanya akan wajib disetorkan kepada negara jika pasal-pasal tersebut diberlakukan. Padahal, tabungan seharusnya merupakan pilihan, bukan kewajiban.

"Pemohon setuju dengan berlakunya Pasal 1 angka 3 dan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Tapera asalkan dilakukan secara sukarela," ucap kuasa hukum Bansawan, Ferdian Susanto. Oleh karena itu, pemohon meminta MK untuk menambahkan frasa "secara sukarela" ke dalam pasal-pasal yang digugat.

Pemohon mengusulkan agar Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Tapera diubah menjadi: Peserta Tapera yang selanjutnya disebut Peserta adalah setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan yang telah membayar simpanan, secara sukarela.

Kemudian, Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Tapera diubah menjadi: Pekerja Mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) harus mendaftarkan diri kepada BP Tapera untuk menjadi Peserta, secara sukarela. (ant)


Berita Lainnya